Garuda Tunda Agenda Persetujuan Rights Issue Hari Ini, Mengapa?

Garuda.Indonesia/instagram
Maskapai Garuda Indonesia
Penulis: Syahrizal Sidik
12/8/2022, 15.40 WIB

 

Emiten maskapai BUMN, PT Garuda Indonesia Tbk., menunda agenda persetujuan penambahan modal dengan hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD) atau rights issue pada Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) hari ini. 

Dari pengumuman yang disampaikan manajemen Garuda di laman keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI), sejatinya agenda persetujuan mengenai rights issue tersebut digelar hari ini, Jumat (12/8). Namun, direksi mengumumkan agenda itu harus ditunda dan dijadwalkan kembali pada 26 September 2022 mendatang. 

"Hal tersebut dilakukan oleh perseroan mengingat bahwa nilai nominal saham baru dan harga pelaksanaan akan ditentukan lebih lanjut dengan mempertimbangkan hasil penilai independen," tulis manajemen Garuda, dikutip Jumat (12/8).

Penilaian itu akan menggunakan laporan keuangan periode semester pertama tahun ini yang masih dalam proses audit. "Perseroan senantiasa mengedepankan prinsip kepatuhan dan kehati-hatian dalam setiap tahapan mekanisme restrukturisasi yang saat ini dijalankan," bunyi pengumuman itu.

Adapun untuk mata acara rapat lainnya sesuai panggilan rapat yang telah kami publikasikan pada tanggal 21 Juli 2022 akan tetap dilakukan pembahasan.

Sebelumnya, pemerintah akan menyuntik penyertaan modal (PMN)  melalui penerbitan saham baru yang diterbitkan oleh Garuda sebanyak-banyaknya 247,78 miliar saham atau setara 871,44% dari seluruh modal perusahaan. Rencananya, saham baru tersebut akan dikeluarkan dengan nilai nominal per saham sebesar Rp 459.

Nantinya, dana yang diperoleh dari hasil rights issue akan digunakan perusahaan untuk pemeliharaan pesawat yang tunduk pada sewa armada pesawat go-forward dan perjanjian sewa alternatif.

Kemudian, untuk biaya dan pengeluaran yang berkaitan dengan restrukturisasi utang Perseroan; menjaga kebutuhan kas minimum perseroan. Selanjutnya, mendukung kebutuhan operasional perseroan dan anak perusahaannya, seperti biaya sewa pesawat dan mesin, bahan bakar dan lainnya.

Sampai dengan periode kuartal pertama tahun ini, Garuda masih mencatatkan kerugian bersih yang diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar US$ 224,66 juta pada kuartal pertama tahun ini atau setara Rp 3,36 triliun dengan asumsi kurs Rp 15.000 per dolar AS.

Kerugian tersebut tersebut mengalami penurunan sebesar 41,54% dari periode sama di tahun sebelumnya sebesar US$ 384,34 juta atau setara Rp 5,76 triliun.

Pada tiga bulan pertama tahun ini, Garuda tercatat membukukan pendapatan usaha sebesar US$ 350,15 juta, sedikit mengalami penurunan dari periode sama tahun lalu US$ 353,07 juta. Secara rinci, pendapatan usaha tersebut dikontribusi dari penerbangan berjadwal sebesar US$ 270,57 juta, turun 2,74% dari kuartal pertama tahun lalu US$ 278,22 juta.

Sedangkan, penerbangan tidak berjadwal mengalami kenaikan dari sebelumnya US$ 22,78 juta menjadi US$ 24,07 juta. Adapun, pendapatan lainnya juga naik menjadi US$ 55,50 juta dari sebelumnya US$ 52,06 juta.