Emiten Benny Tjokro NUSA Terancam Delisting, Saham Publik Tersisa 60%

ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/rwa.
Ilustrasi, BEI mengumuman potensi delisting terhadap lima emiten, termasuk perusahaan terafiliasi dengan Benny Tjokro, Sinergi Megah Internusa
Penulis: Syahrizal Sidik
1/3/2023, 15.55 WIB

Sebanyak lima emiten di Bursa Efek Indonesia (BEI) terancam dihapuskan pencatatan sahamnya. Kelima perusahaan tersebut adalah PT Mas Murni Tbk (MAMI), PT Forza Land Tbk (FORZ), PT Grand Kartech Tbk (KRAH), PT Sinergi Megah Internusa Tbk (NUSA), dan PT Steadfast Marine Tbk (KPAL).

Berdasarkan pengumuman yang disampaikan otoritas bursa, potensi delisting terhadap lima perusahaan tersebut karena masa penghentian perdagangan saham atau suspensi sudah mencapai  18 bulan sampai dengan 30 bulan.

Saham MAMI misalnya, sudah digembok otoritas bursa selama 18 bulan terakhir dan akan mencapai 24 bulan pada 30 Agustus 2023 mendatang. Lalu, saham FORZ disuspensi bursa selama 18 bulan.

Sedangkan, saham KRAH sahamnya sudah dikunci selama 24 bulan sampai 31 Agustus 2022 lalu. Adapun, saham NUSA telah disuspensi selama 30 bulan sampai dengan 28 Februari 2023 dan saham KPAL digembok selama 18 bulan.

Terkait NUSA, saham yang terafiliasi dengan terpidana kasus Jiwasraya dan Asabri Benny Tjokro ini dimiliki 61,99% oleh investor publik. Lalu, 38% saham dimiliki Kejaksaan Agung.

Benny tercatat sebagai komisaris utama di perusahaan yang bergerak di bisnis hotel yang mengoperasikan hotel butik di Yogyakarta, Lafayette Boutique Hotel.

Sebelumnya, beberapa emiten yang terafiliasi dengan Bentjok juga terancam delisting dari pasar modal seperti PT Hanson International Tbk (MYRX) dan PT Armidian Karyatama Tbk (ARMY).

Sebagaimana diketahui, berdasarkan peraturan bursa tentang penghapusan pencatatan (delisting) dan pencatatan kembali (relisting) saham, bursa dapat menghapus saham perusahaan tercatat apabila:

Pertama, mengalami kondisi, atau peristiwa, yang secara signifikan berpengaruh negatifterhadap kelangsungan usaha, baik secara finansial atau secara hukum, atau terhadap kelangsungan status perusahaan tercatat sebagai perusahaan terbuka, dan perusahaan tercatat tidak dapat menunjukkan indikasi pemulihan yang memadai.

Kedua, saham perusahaan tercatat yang akibat suspensi di pasar reguler dan pasar tunai, hanya diperdagangkan di pasar Negosiasi sekurang-kurangnya selama 24 bulan terakhir.

Terkait potensi delisting tersebut, BEI meminta agar investor memperhatikan dan mencermati segala bentuk informasi yang disampaikan oleh perusahaan.