Bursa Karbon Belum Akomodasi Investor Ritel, OJK Siapkan Aturan Teknis

OJK
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK Inarno Djajadi menyebut OJK sedang menyiapkan aturan turunan dari POJK 14/2023.
Penulis: Syahrizal Sidik
6/9/2023, 14.17 WIB

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan sedang melakukan finalisasi terkait peraturan turunan atau aturan yang lebih teknis setelah menerbitkan Peraturan OJK (POJK) Nomor 14 Tahun 2023 atau POJK Bursa Karbon dalam bentuk Surat Edaran OJK.

SEOJK ini nantinya akan menjadi panduan bagi calon perusahaan yang berminat menjadi penyelenggara bursa karbon di Indonesia. Rencananya, debut perdana bursa karbon akan dimulai pada akhir September ini.

Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK Inarno Djajadi, menuturkan saat ini belum ada pihak yang menyampaikan dokumen terkait penyelenggara perdagangan karbon.

"SEOJK sekarang dalam finalisasi, saat ini belum ada yang mengajukan dokumen. Mereka masih menunggu peraturan turunan dari OJK," ucap Inarno, dalam konferensi pers Rapat Dewan Komisioner OJK, dikutip Rabu (6/9).

Untuk saat ini, perdagangan bursa karbon belum bisa mengakomodasi bagi investor retail. Pasalnya, pada tahap awal pelaksanaan bursa karbon ditujukan bagi perusahaan yang memiliki Sertifikat Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca (SPEGRK) dan Persetujuan Teknis Batas Atas Emisi Pelaku Usaha (PTBAE-PU) yang diterbitkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) atau lembaga terkait.

Para pelaku usaha yang ikut dalam perdagangan karbon harus tercatat dalam Sistem Registrasi Nasional (SRN) Pengendalian Perubahan Iklim di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

"Sangat dimungkinkan ke depan investor ritel bisa masuk, tidak dalam perdagangan karbon, mungkin dalam produk turunannya,” imbuh Inarno.

OJK sebelumnya menyebut, berdasarkan data Kementerian ESDM, terdapat potensi 99 Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbasis batu bara berpotensi ikut perdagangan karbon pada tahun ini. Jumlah itu setara dengan 86% dari total PLTU Batu Bara yang beroperasi di Indonesia.

Tidak hanya bagi subsektor pembangkit listrik, sektor lainnya seperti sektor kehutanan, perkebunan, migas, hingga industri umum juga meramaikan perdagangan karbon di Indonesia.