Bursa Efek Indonesia (BEI) menyampaikan perkembangan jumlah investor dalam pasar modal di Indonesia kian meningkat. Direktur Utama BEI Iman Rachman menyebut perkembangan jumlah investor per 24 Oktober 2023 meningkat sebanyak Rp 11,85 juta single investor identification atau SID.
Angka tersebut meningkat sebanyak empat kali lipat dalam lima tahun terakhir dan mayoritas didominasi oleh investor milenial dan gen z sebanyak 57,4%.
Selain itu, ia menyampaikan, BEI akan terus mendorong inklusi pasar modal. Hal tersebut dengan mengusung kampanye #akuinvestorsaham dalam berbagai kegiatan, misalnya Capital Market Summit & Expo (CMSE) 2023.
Di sisi lain meskipun jumlah investor meningkat, Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif dan Bursa Karbon Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Inarno Djajadi menyebut berbagai tantangan masih menghantui pasar modal dan resiliensi akan terus diuji. Tak hanya tantangan global, melainkan juga tantangan geopolitik dunia sebab gejolak tensi politik akan berdampak pada perekenomian Indonesia.
“Tantangan geopolitik dunia, mengingat gejolak tensi politik tidak dapat dipungkiri akan berdampak terhadap perekonomian Indonesia, harus memperkuat fundamental ekonomi melalui bauran kebijakan,” kata Inarno di Gedung BEI, Kamis (26/10).
Meskipun begitu, sebagai barometer pertumbuhan ekonomi nasional, kinerja pasar modal masih menunjukkan volatilitas yang masih terus bergerak. Per 17 Oktober 2023, IHSG sempat di posisi 6.939 atau tumbuh 1,5% year on year.
Sementara kapitalisasi pasar modal tembus tertinggi sepanjang sejarah sebanyak Rp 10.670 triliun dan naik 12,34% yoy. Aktivitas penghimpunan dana di pasar modal 2023 pun menunjukkan kinerja menggembirakan.
Inarno juga menyebut, OJK telah menerbitkan izin sebanyak 177 emisi dengan total nilai Rp 204 triliun dan terdapat 67 emiten baru IPO, 65 merupakan saham dan 2 lainnya emiten EBUS pada Jumat (20/10).
Maka sebab itu, OJK terus menjalin sinergi dan kerja sama yang kuat dengan stakeholder dalam literasi dan inklusi keuangan, serta meningkatkan kerja sama dengan para pemangku kepentingan.
“Hal ini penting agar pasar lebih resilient dan mengeluarkan kebijakan yang berorientasi untuk menjaga stabilitas dan perlindungan investor,” kata Inarno.