Pasar keuangan saat ini tengah bersiap menghadapi momen penting yang berpotensi memengaruhi arah saham dan obligasi jelang akhir tahun. Pekan ini, investor akan mencermati hasil pertemuan Federal Reserve, data ketenagakerjaan AS, dan pendapatan dari perusahaan teknologi besar seperti Apple Inc.

Oktober biasanya menjadi bulan yang penuh dengan gejolak di pasar keuangan. Lonjakan suku bunga Treasury dan ketidakpastian isu geopolitik telah membuat saham-saham di bursa Wall Street, Amerika Serikat tertekan. Misalnya, indeks S&P 500 merosot 3,5% selama bulan ini dan total kerugian sejak puncaknya di akhir Juli lebih dari 10%.

Seiring dengan hal itu, arah pasar selama tahun 2023 sangat ditentukan oleh pasar obligasi. Kebijakan Federal Reserve yang cenderung meningkatkan suku bunga dan kekhawatiran tentang keuangan AS, telah mendorong imbal hasil obligasi 10 tahun naik ke level tertinggi sejak 2007. Imbal hasil Treasury yang lebih tinggi dipandang sebagai penghalang bagi saham, sebagian karena mereka bersaing dengan ekuitas untuk mendapatkan pembeli.

Di samping itu, para investor khawatir imbal hasil obligasi mungkin naik lebih tinggi jika Federal Reserve menegaskan untuk menaikkan suku bunga pada pertemuan kebijakan moneter mereka pada 1 November. Jika data ketenagakerjaan AS yang akan dirilis pada Jumat (3/11) menunjukkan performa ekonomi yang kuat, hal ini bisa memicu kenaikan imbal hasil. Pasalnya, data tersebut dapat memperkuat alasan demi menjaga suku bunga tinggi sebagai langkah untuk mengendalikan inflasi.

"Saham akan mulai pulih ketika pasar percaya bahwa imbal hasil obligasi telah mencapai puncaknya," kata Sam Stovall, Kepala Strategi Investasi CFRA Research dikutip Reuters, Senin (30/10).

Secara keseluruhan, pasar berjangka memperkirakan Federal Reserve tak akan menaikkan suku bunga pada November. Tak hanya itu, menurut FedWatch Tool dari CME, hampir 80% kemungkinan bank sentral akan mempertahankan suku bunga pada Desember. Namun, para pembuat kebijakan telah memproyeksikan soal rencana untuk menjaga suku bunga acuan pada level saat ini hingga sebagian besar tahun 2024, lebih lama dari ekspektasi pasar sebelumnya.

Dengan pertumbuhan Produk Domestik Bruto AS sebesar 4,9% di kuartal ketiga, ada kekhawatiran bahwa pasar tenaga kerja masih terlalu panas atau Federal Reserve melihat perlunya langkah-langkah lebih ketat untuk mengendalikan inflasi. Hal ini bisa menyebabkan volatilitas lebih lanjut di pasar keuangan.

Pakar Strategi Investasi Senior Allianz Investment Management, Charlie Ripley menyebut momen saat ini menimbulkan pertanyaan apakah pertumbuhan yang kuat selama musim panas akan berlanjut hingga kuartal keempat.

“Hal membuat kekhawatiran akan inflasi dan kebijakan moneter yang ketat terus menggelegak,” ucap Ripley. 

Tak hanya itu, para investor tengah menantikan hasil laporan keuangan Apple yang akan dirilis pada Kamis. Sebelumnya Tesla dan Google melaporkan kinerja laporan keuangan yang mengecewakan. Meskipun indeks Nasdaq 100 anjlok 11% dari level tertingginya, namun masih mencatatkan kenaikan hampir 30% sepanjang tahun ini.

Beberapa investor percaya bahwa penjualan pasar saham terburuk sudah berakhir. Menurut CFRA Research, Stovall mengatakan investor berharap pasar saham akan rebound sesuai dengan tren musiman. Sejak tahun 1945, S&P 500, misalnya, rata-rata naik sekitar 1,5% di bulan November, menjadikannya bulan dengan performa terbaik ketiga dalam setahun.

Sejauh ini, 2023 menjadi salah satu dari 14 kasus di mana S&P 500 mengalami kenaikan setidaknya 10% hingga Juli dan kemudian merosot pada Agustus. Menurut Ned Davis Research, dalam semua kasus semacam ini, S&P 500 selalu menguat sepanjang empat bulan terakhir dengan rata-rata kenaikan sebesar 10%.

Direktur Pelaksana Perdagangan dan Derivatif Schwab Center for Financial Research, Randy Frederick, menyebut saat ini saham-saham terlihat oversold alias jenuh jual. Jika data ekonomi berjalan sesuai harapan, maka pasar saham memiliki potensi untuk menguat. 

“Pasar saham siap untuk reli di akhir kuartal keempat,” pungkas Frederick.

Reporter: Nur Hana Putri Nabila