Indeks bursa Amerika Serikat Wall Street turun pada Senin (27/11). Analis menilai ini karena para pelaku pasar mengambil jeda usai indeks utama mencatat keuntungan selama empat minggu berturut-turut.
Dow Jones Industrial Average turun 56,68 poin atau 0,16% menjadi 35.333,47. S&P 500 terkoreksi 0,20% menjadi 4.550,43. Lalu Nasdaq Composite turun 0,07% menjadi 14.241,02.
Wall Street mengakhiri tren kenaikan empat minggu berturut-turut. Harga saham di Amerika terus meroket sejak imbal hasil obligasi pemerintah atau Treasury 10 tahun turun dari level tertinggi sekitar 5% pada akhir Oktober.
Selama bulan ini, S&P 500 naik 8,5%, Dow Jones Industrial Average 6,9%, dan Nasdaq 10,8%.
Meskipun ada peringatan dari beberapa peritel Amerika tentang melemahnya belanja konsumen, terutama e-commerce. Transaksi selama Black Friday naik 7,5% dari tahun sebelumnya atau year on year (yoy).
Saat Cyber Monday atau hari berbelanja setelah Thanksgiving, sejumlah saham e-commerce menguat, termasuk Amazon yang naik 0,7% dan Shopify 4,9%. Saham perusahaan penyedia paylater seperti Affirm juga melesat hampir 12%, karena banyaknya pembeli yang menggunakan opsi pembayaran ini.
Peningkatan transaksi saat Cyber Monday itu lebih lemah dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Ini mengindikasikan inflasi mulai melambat, sehingga bank sentral Amerika yakni The Fed bisa menahan diri untuk menaikkan suku bunga acuan.
Kepala Strategi Global di LPL Financial Quincy Krosby menilai, investor yakin bahwa The Fed telah mencapai tujuan dari era kenaikan suku bunga. Pasar bahkan optimistis bank sentral mulai menurunkan suku bunga tahun depan.
"Selain itu, perlambatan konsumen mungkin menjadi katalis bagi pasar karena akan memperkuat dasar reli," kata Quincy Krosby dikutip dari CNBC Internasional, Senin (26/11).
Krosby mengungkapkan, pasar mencapai kondisi jenuh beli dalam jangka pendek selama beberapa sesi terakhir. Tingkat imbal hasil Treasury 10 tahun dinilai akan memengaruhi pergerakan pasar minggu ini, terutama setelah The Fed menyampaikan pandangannya minggu ini, serta data utama kepercayaan konsumen dan inflasi dirilis.
Ahli Strategi Makro Global di MRB Partners Phillip Colmar mencatat, saham terus terpengaruh oleh pergerakan di pasar obligasi. Saat ini saham pun masih sedikit dalam kondisi overbought atau permintaan melampaui nilai sebenarnya.
Colmar juga mengatakan, keadaan ekonomi masih dianggap ‘cukup kuat’. Selain itu, hal ini mungkin mempersulit The Fed menurunkan suku bunga di masa mendatang.
"Saya pikir ekonomi masih kuat dan kita sudah berada dalam fase perubahan arah untuk obligasi," kata Colmar.
Ketika masuk 2024, Colmar menilai hal yang perlu dipertimbangkan yakni prediksi imbal hasil obligasi Treasury 10 tahun yang sudah mencapai level terendah. Apabila imbal hasil kembali naik, hal ini berpotensi mengurangi tekanan yang sebelumnya dialami oleh pasar saham.