Bursa Efek Indonesia (BEI) merespons perihal Indeks Harga Saham Gabungan atau IHSG yang sempat turun lebih dari 4% ke 6.998 pada perdagangan hari ini, Senin (5/8). Penurunan tersebut mendekati batas trading halt sebesar 5%.
Trading halt adalah penghentian sementara perdagangan saham. Selama periode ini, semua pesanan yang belum diproses atau teralokasi (open order) akan tetap ada dalam sistem perdagangan Jakarta Automated Trading System (JATS) dan masih bisa diambil oleh Anggota Bursa.
Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa Efek Indonesia (BEI), Irvan Susandy, mengatakan BEI akan terus memantau perkembangan bursa global dan regional. Ha itu termasuk potensi terjadi trading halt.
“Untuk trading halt, kita berharap tidak akan terjadi,” kata Irvan kepada wartawan, Senin (5/8).
Namun demikian, IHSG rebound pada penutupan perdagangan dan ditutup turun 3,4% ke level 7.059. IHSG hari ini pun lolos dari aturan kebijakan trading halt.
Dalam Surat Perintah Kepala Departemen Pengawasan Pasar Modal 2A Otoritas Jasa Keuangan Nomor S-274/PM.21/2020 tanggal 10 Maret 2020 menyatakan apabila terjadi penurunan IHSG yang sangat tajam dalam satu hari, maka BEI harus melakukan tindakan berikut:
- Menghentikan perdagangan saham selama 30 menit apabila IHSG mengalami penurunan lebih dari 5 persen.
- Menghentikan perdagangan saham selama 30 menit apabila IHSG mengalami penurunan lanjutan lebih dari 10 menit.
- Trading suspend jika IHSG mengalami penurunan lanjutan sampai lebih dari 15 persen. Proses trading suspend bisa berlangsung hingga akhir sesi perdagangan atau lebih dari satu sesi setelah mendapatkan persetujuan OJK.
Sentimen Turunnya IHSG
Di tengah turunya IHSG hari ini, sebanyak 592 saham merosot, dan hanya 62 saham di IHSG yang menguat. Pilarmas Investindo Sekuritas menyatakan, merosotnya saham tersebut didorong oleh data tenaga kerja Amerika Serikat yang jau di bawah ekspektasi.
Berdasarkan data yang dirilis pada akhir pekan kemarin, tingkat ketenagakerjaan nonfarm payrolls AS hanya meningkat 114 ribu, jauh di bawah perkiraan sebesar 175 ribu.
Sementara tingkat pengangguran atau unemployment rate naik menjadi 4,3%. Angka ini di atas ekspektasi yang hanya 4,1%. Data tersebut mendorong pasar khawatir akan terjadinya pelemahan ekonomi AS dan kemungkinan resesi.
''Sehingga ini membuat para pelaku pasar cenderung berhati-hati tentang prospek ekonomi negara tersebut,'' kata Pilarmas Sekuritas dalam risetnya, Senin (5/8).
Sementara dari dalam negeri, pertumbuhan ekonomi Indonesia juga melambat. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi 5,05% secara tahunan (yoy) pada kuartal II 2024. Realisasi ini lebih rendah dari kuartal sebelumnya yang mampu tumbuh 5,11%.
''Kami menilai pertumbuhan ekonomi dalam negeri masih cukup positif di saat kondisi ketidakpastian global masih membayangi,'' tulis riset tersebut.