PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN) optimistis laba bersih tahun ini kembali normal dengan target Rp 2,5 hingga 3 triliun. Direktur Utama BTN Pahala Nugraha Mansury menjelaskan, optimisme tersebut didasarkan atas fondasi kuat yang sudah dipasang oleh perusahaan tahun ini.
Fondasi kuat yang dimaksud Pahala yaitu penerapan Pedoman Standard Akuntasi 71 (PSAK-71) dengan meningkatkan Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) agar memiliki pencadangan yang lebih kuat untuk mengantisipasi potensi kerugian atas aset keuangan. Sebagai gambaran, per Februari 2020, coverage ratio BTN tercatat 109%, jauh lebih tinggi dibandingkan Februari 2019, yang hanya 43,42%.
Selain penguatan CKPN, Pahala menjelaskan strategi BTN lainnya adalah semaksimal mungkin menurunkan non performing loan (NPL) dengan mempercepat penjualan aset. Begitu juga dengan aktif melakukan restrukturasi.
(Baca: BTN Terkendala Pendanaan hingga Lahan untuk Program Satu Juta Rumah)
Berdasarkan laporan keuangan yang dipublikasikan awal bulan lalu, laba BTN sepanjang 2019 anjlok 92,5% dari Rp 2,8 triliun pada 2018 menjadi Rp 209,26 miliar. Menurut Pahala, penurunan laba BTN utamanya disebabkan oleh kenaikan biaya pencadangan akibat kredit macet yang membengkak.
Memasuki tahun 2020, BTN menetapkan beberapa target kinerja, yaitu peningkatan aset sebesar 6%-8%. Sementara kredit dan pembiayaan ditargetkan 8%-10% dengan penopang utama adalah kredit pemilikan rumah (KPR).
Pahala cukup percaya diri atas peningkatan penyaluran pembiayaan karena permintaan rumah masih cukup tinggi. Hal ini didukung pemerintah yang akan menambah subsidi ke sektor perumahan dalam bentuk Subsidi Selisih Bunga atau SSB.
"Bank BTN juga akan mengoptimalkan KPR non-subsidi khususnya segmen milenial dan urban," kata Pahala kepada awak media di kantornya, Jakarta (12/3). "Dan mengembangkan personal loan dengan penjualan produk secara bundling antara kredit dan tabungan seperti contohnya BTN Solusi yang baru kami rilis."
(Baca: Bidik Dana Tapera, BTN Ingin Beli Perusahaan Manajemen Aset Tahun Ini)