Pertumbuhan dana nasabah atau dana pihak ketiga (DPK) perbankan melambat tahun ini. Mengacu pada data uang beredar, DPK tumbuh 6,5% secara tahunan (year on year) per akhir September, hanya separuh dari pertumbuhan kredit yang mencapai 12,4%.
Bila dibandingkan dengan pertumbuhan per Agustus 2018 yang sebesar 6,3%, pertumbuh DPK per September lalu tercatat sedikit lebih baik. Pencapaian tersebut seiring dengan pertumbuhan giro dan simpanan berjangka yang membaik. Di sisi lain, pertumbuhan tabungan turun dari 11,1% per Agustus menjadi 9,5% per September.
(Baca juga: Ancaman Kekeringan Likuiditas Mengintai Perbankan)
Seiring kondisi tersebut kelebihan dana perbankan yang disimpan di instrumen moneter Bank Indonesia (BI) pun tercatat semakin menyusut. Hal ini menunjukkan likuiditas perbankan yang mengetat. Per akhir September, jumlahnya tercatat sebesar Rp 302 triliun, jauh di bawah posisi tertingginya tahun ini yang sebesar Rp 556,14 triliun pada akhir Januari.
Kepala Ekonom Bank Mandiri Anton Gunawan menduga perlambatan pertumbuhan DPK lantaran belanja pemerintah saat ini lebih banyak untuk bantuan ke masyarakat kelas bawah. Masyarakat yang dimaksud belum banyak yang terlayani atau belum terakses ke layanan perbankan.
"Banyak dari mereka non-bankable. Ada rekening dibuatkan, tapi praktis tidak digunakan, hanya menampung social assistant saja," kata Anton beberapa waktu lalu.
(Baca juga: LPS: Likuiditas Bank Ketat, LDR 94% Perlu Diwaspadai)
Akibatnya, uang yang diberikan kepada masyarakat tersebut tidak kembali masuk ke dalam bank, namun langsung dibelanjakan dalam bentuk tunai. "Kalau masuk lagi ke perbankan, DPK tidak akan melambat segitu," ujarnya.
Penerbitan obligasi retail oleh pemerintah juga disebutnya memengaruhi perlambatan pertumbuhan DPK, namun andilnya diyakini tidak terlalu besar. "Kalau dihitung-hitung, cuma 1%," kata dia.
(Baca juga: Dana Nasabah Bergeser ke ORI015, Ekonom Sebut Likuiditas Bank Aman)
Adapun dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018, pemerintah menganggarkan dana Rp 283,7 triliun untuk penanggulangan kemiskinan dan dukungan masyarakat berpendapatan rendah. Angka ini naik 3,65% dibandingkan tahun lalu.
Alokasi anggaran tersebut terbesar berupa subsidi (tidak termasuk subsidi pajak), yakni mencapai Rp 145,5 triliun. Kemudian Dana Desa senilai Rp 60 triliun, Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) bagi warga miskin Rp 25,5 triliun untuk 92,4uta orang, bantuan pangan Rp 20 triliun.
Lalu anggaran Program Harapan (PKH) sebesar Rp 17,3 triliun untuk 10 juta keluarga, Program Indonesia Pintar (PIP) 10,5 triliun untuk 10,7 juta penerima, serta program Bidik Misi senilai Rp 4,1 triliun.