BPJS Kesehatan Berharap Dana Cukai Bisa Tambal Defisit Tahun Ini

Arief Kamaludin I Katadata
Suasana Sistem pembayaran iuran BPJS Kesehatan disebut dengan Payment Point Online Bank (PPOB) di Jakarta, Jumat, (02/10).
23/5/2018, 19.24 WIB

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan berharap pemerintah bisa segera mengeluarkan aturan penggunaan dana cukai rokok untuk menambal defisit keuangan lembaga tersebut. Hingga tahun lalu, defisit keuangan BPJS Kesehatan sudah mencapai Rp 9,75 triliun, akibat iuran yang diterima lebih kecil dari klaim yang harus dibayarkan. 

Direktur Utama BPJS Kesehatan Fahmi Idris mengatakan salah satu kebijakan yang disiapkan pemerintah untuk mengurangi defisit adalah dengan cukai rokok. Namun, dia tidak memaksakan opsi tersebut apabila setelah kajian, pemerintah tidak jadi mengambil pilihan menambal dengan cukai rokok.

"Tahun ini (keluar) kepastian regulasi. Kalau tidak bisa, tidak perlu dipaksakan," kata Fahmi di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (23/5). 

Menurutnya, ada beberapa langkah yang bisa diambil dalam menyeimbangkan neraca pembiayaan BPJS Kesehatan. Salah satu yang sempat dipertimbangkan adalah penyesuaian iuran hingga mengurangi manfaat dari BPJS. Namun hal ini terbentur keinginan Presiden Joko Widodo yang ingin menjaga daya beli masyarakat dari sektor kesehatan. Oleh sebab itu pemerintah dan BPJS menyiapkan langkah lain.

"Oleh sebab itu diambil lain dan ada 8 bauran," kata Fachmi. Sayangnya, dia tidak menyebutkan langkah apa saja dari delapan bauran, selain penggunaan dana cukai. (Baca: Sederet Strategi Pemerintah Perkecil dan Tambal Defisit BPJS Kesehatan)

Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo sempat mengatakan langkah dilakukan dengan mengatur sinergi antara BPJS Kesehatan lembaga keuangan negara lain. Beberapa lembaga tersebut adalah PT Tabungan dan Asuransi Pensiun (Taspen), PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Asabri), PT Asuransi Jasa Raharja, dan BPJS Ketenagakerjaan. Dengan sinergi tersebut diharapkan ada kerja sama dalam menangani urusan kesehatan masyarakat sehingga tidak tumpang tindih.

Strategi lainnya, yaitu pemotongan Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Bagi Hasil (DBH) daerah yang berutang iuran BPJS Kesehatan. Pemotongan akan dilakukan oleh Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan. Besaran potongan akan diatur dalam berita acara antara BPJS dengan Pemerintah Daerah (Pemda).

Selain itu pemerintah juga sedang mempertimbangkan peraturan baru tentang pinjaman tanpa bunga untuk BPJS Kesehatan. Pinjaman ini bisa diberikan apabila BPJS Kesehatan mengalami kekurangan arus kas (cashflow). "Untuk tahun ini kami (targetkan) landasan hukumnya berjalan," kata Fahmi.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam silaturahmi dengan penerima manfaat Jaminan Kesehatan Nasional - Kartu Indonesia Sehat juga mengakui klaim BPJS Kesehatan yang perlu dibayarkan pemerintah relatif besar. Dia menyebut beberapa klaim bisa mencapai Rp 624 juta bahkan bisa menyentuh Rp 1 miliar.

"Tapi akan tetap dibayar pemerintah karena kewajibannya agar masyarakat sehat," kata Presiden. (Baca: Lampaui Prediksi, Defisit BPJS Kesehatan 2017 Capai Rp 9,75 Triliun)

Tahun lalu BPJS Kesehatan mencatatkan jumlah pendapatan iuran dari program JKN-KIS hanya sebesar Rp 74,25 triliun. Sementara jumlah klaim yang harus dikeluarkan mencapai Rp 84 triliun. Artinya, masih ada defisit sebesar Rp 9,75 triliun.