PT. PP (Persero) Tbk menerbitkan Surat Berharga Perpetual (SBP) atau obligasi abadi sebesar Rp 1 triliun untuk investasi Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Meulaboh 2x200 megawatt di Provinsi Aceh. PT PP menjadi BUMN pertama yang menerbitkan instrumen SBP di Indonesia.
Skema SBP ini tidak memiliki jatuh tempo, tanpa jaminan, dan ada fleksibilitas untuk memiliki opsi beli. "Produk yang kami tujukan untuk memperkuat kapasitas kami," kata Direktur Keuangan PT. PP Agus Purbianto saat penerbitan perdana obligasi ini di Jakarta, Selasa (17/4).
Deputi Bidang Restrukturisasi dan Pengembangan Usaha BUMN Aloysius Kiik Ro mengatakan skema surat berharga perpetual tidak menghilangkan kepemilikan saham pemerintah di PT. PP. "Itu yang kami pastikan, jadi tidak ada saham yang akan terdilusi," kata Aloysius.
(Baca juga: Setelah Laba Rp 444 Miliar, PP Prediksi 2018 Jadi Tahun Panen)
Nantinya dana tersebut akan digunakan PT. PP melalui anak perusahaannya yakni PT. PP Energi dalam membangun PLTU Meulaboh. Proyek pembangkit listrik ini dikerjakan PT. PP bersama dengan PT. Sumberdaya Sewatama dan investor Tiongkok yaitu China Datang Overseas Investment Co. Perusahaan Tiongkok ini memiliki 62% saham
di perusahaan yang mengoperasikan PLTU tersebut, sedangkan PT. PP Energi memiliki 34% saham.
Aloysius mengatakan kementerian BUMN mendukung penggunaan skema pembiayaan alternatif untuk pembangunan infrastruktur. Dengan begitu, bisa mengurangi ketergantungan terhadap APBN dalam pengembangan infrastruktur.
"BUMN lain juga bisa mereplikasi karena instrumen ini cocok mendanai proyek yang belum menghasilkan," kata Aloysius merujuk realisasi proyek ini yang baru masuk konstruksi akhir tahun.
Sedangkan Chief Executive Officer (CEO) Pembiayaan Investasi Non APBN (PINA) Eko Putro Adijayanto mengatakan angka Rp 1 triliun merupakan maksimal penerbitan obligasi abadi yang diizinkan Kementerian BUMN. Sedangkan sisa ekuitas yang harus dipenuhi membangun PLTU senilai Rp 7,3 triliun itu dapat dilakukan dengan banyak skema.
"Bisa saja surat berharga perpetual lagi, RDPT, atau business to business," kata Eko.
Dalam tahap awal pembelian obligasi akan melalui Reksa Dana Penyertaan Terbatas (RDPT) sebesar Rp 250 miliar yang dikelola PT. Ciptadana Asset Management, dengan potensi penambahan sebesar Rp 1,3 triliun melalui Danareksa Capital.
Investor akan mendapat pembayaran kupon secara rutin dengan imbal hasil sebesar 9,65% dan akan mendapatkan tambahan imbal hasil setelah tahun ketiga jika PT PP tidak melakukan opsi beli.
(Baca juga: Tiongkok Investasi Proyek Infrastruktur Non-APBN Rp 24 Triliun)