International Consortium of Investigative Journalists (ICIJ) merilis dokumen Paradise Papers yang di antaranya mengungkapkan penggunaan beberapa perusahaan cangkang oleh konglomerat Sukanto Tanoto. Asia Pacific Resources International Holding Ltd (APRIL), anak usaha Grup Royal Golden Eagle milik Sukanto, disebutkan mendirikan beberapa perusahaan cangkang lewat bantuan firma hukum Appleby.
Dalam artikel berjudul "Leaked Records Reveal Offshore’s Role In Forest Destruction" yang ditulis jurnalis ICIJ, Scilla Alecci, APRIL diduga memutar miliaran dolar melalui jaringan perusahaan cangkang yang membentang dari Kepulauan Cook di Pasifik Selatan hingga British Virgin Islands di Karibia.
ICIJ menyebutkan, APRIL pertama kali membentuk dua perusahaan cangkang di Bermuda pada September 1994. Pendiriaan perusahaan-perusahaan cangkang itu menggunakan Appleby untuk urusan administrasi dan bantuan hukum. Setahun berselang, APRIL tercatat di bursa saham New York.
(Baca: Prabowo Disebut di Paradise Papers, Gerindra Tuding Ada Motif Politik)
Sebelumnya, pada 2013 lalu, investigasi ICIJ juga menemukan RGE mendirikan sebuah perusahaan cangkang di British Virgin Islands dan dua perusahaan lainnya di Kepulauan Cook. Ketika itu, RGE mendapatkan bantuan jasa dari perusahaan berbasis di Singapura, Portcullis TrustNet.
Dari dokumen Porpulis, perusahaan cangkang yang didirikan RGE adalah PEC-Tech Ltd., yang disebut menjadi mesin perusahaan dalam mengoperasikan bisnis pulp dan kertas.
Dokumen Appleby menunjukkan bahwa APRIL memiliki anak perusahaan di Dubai, Seychelles dan tempat-tempat bebas pajak lainnya. Namun, berbagai perusahaan ini tidak terdaftar di situs publik APRIL.
Hingga berita ini ditulis, Katadata belum mendapatkan konfirmasi dari pihak APRIL mengenai hasil investigasi ICIJ berdasarkan dokumen Paradise Papers tersebut. Direktur Corporate Affair APRIL, Agung Laksamana, belum menanggapi dan menjawab beberapa pertanyaan yang dikirimkan Katadata.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat (P2 Humas) Direktorat Jenderal Pajak Hestu Yoga Saksama mengatakan, pihaknya akan melakukan penelusuran lebih dalam sebelum membuat kesimpulan terjadinya dugaan penghindaran pajak.
"Kemunculan nama-nama baik pribadi atau Badan/Perusahaan dalam dokumen-dokumen perlu pendalaman berdasarkan fakta dan ketentuan yang berlaku, sebelum menyimpulkan praktek penghindaran pajak," kata Yoga kepada Katadata, Kamis (9/11).
Yoga mengatakan, DJP perlu melakukan verifikasi terlebih dahulu antara data dalam dokumen dengan yang dimiliki DJP. Dia mengatakan, data yang lebih lengkap dan sah akan diperoleh ketika AEOI (Automatic Exchange Of Information) berlaku secara efektif pada September 2018.
"Sehingga kami bisa melakukan analisis dan penggalian potensi pajak dengan lebih baik," katanya. (Baca: Masuk Paradise Papers, Sandi Akui Pernah Punya Saham di NTI Resources)
Sukanto Tanoto pernah terseret skandal kasus perpajakan di Indonesia. Salah satu anak perusahaan RGE, Asian Agri terbukti melakukan penggelapan pajak.
BPKP menemukan ada empat modus pengemplangan pajak yang dilakukan Asian Agri. Pertama, memperbesar harga pokok penjualan barang dari harga yang sebenarnya. Kedua, Asian Agri menjual produk kepada perusahaan afiliasi mereka di luar negeri dengan harga yang sangat rendah.
(Baca juga: Sri Mulyani Pantau Orang Kaya Indonesia dalam Daftar Paradise Papers)
Ketiga, pemasukan management fee dan kegiatan jasa konsultan yang dimasukkan dalam biaya padahal pekerjaannya tidak ada. Keempat membebankan biaya ke dalam keuangan, dan perhitungan laba rugi yang tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya.
Pada 18 Desember 2012, Mahkamah Agung Republik Indonesia menghukum Suwir Laut, selaku Tax Manager Asian Agri Group, dengan hukuman pidana dua tahun penjara dengan percobaan tiga tahun dan mengharuskan korporasi Asian Agri membayar denda pajak Rp 2,52 triliun.
Pada Februari 2014 Asian Agri Group bersedia membayar denda pajak senilai Rp 2,5 triliun namun dilakukan secara mencicil. (Baca: Pengadilan Pajak Kembali Tolak Banding Perusahaan Sukanto Tanoto)