Survei Google: Pernikahan, Alasan Orang Indonesia Berutang ke Bank

Katadata | Agung Samosir
Suasana di salah satu kantor cabang bank di Jakarta
18/10/2017, 16.07 WIB

Google Indonesia mengungkapkan pernikahan menjadi salah satu penyebab orang Indonesia mengajukan pinjaman ke bank. Hal tersebut berdasarkan survei yang dilakukan dengan mewawancarai 501 Warga Negara Indonesia (WNI) pengguna internet yang berusia 18-60 tahun.

Dari hasil survei yang dilakukan pada Februari hingga April 2017 tersebut ditemukan bahwa 36% responden mengajukan pinjaman atau kartu kredit karena kondisi darurat. Kemudian, 27% responden menyebut alasan yaitu adanya promo dan 26% menyebut alasan perubahan tahap hidup (life-stage changes).

Industry Analyst-Finance Google Indonesia Yudistira Adi Nugroho mengatakan, yang dimaksud perubahan tahap hidup di antaranya pernikahan. "Kredit Tanpa Agunan (KTA) untuk pernikahan salah satu query yang naik karena biaya pernikahan semakin mahal di Indonesia," kata dia saat acara bertajuk 'Think Finance: The Path to Getting a Loan' di The Lounge XXI Plaza Senayan, Jakarta, Rabu (18/10).

Selain untuk biaya pernikahan, pinjaman yang terkait perubahan tahap hidup di antaranya untuk Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dan kendaraan bermotor. (Baca juga: BI Himpun Banyak Data untuk Revisi Aturan Uang Muka Kredit Rumah)

Meski begitu, seperti dipaparkan di awal, alasan keadaan darurat dan promo merupakan alasan terbanyak responden mengajukan pinjaman atau kartu kredit. Adapun keadaan darurat yang dimaksud di antaranya kondisi sakit atau kerusakan rumah akibat bencana.

Head of Customer Value Management, Card Products and Proposition of HSBC Indonesia Dewi Tuegeh menambahkan, banyak juga orang yang mengajukan pinjaman untuk memulai usaha. Namun, untuk mengajukan kredit tersebut memang nasabah banyak melakukan pertimbangan, misalnya, ingin meminjam namun tak mau tabungannya habis sebagai jaminan.

Maka itu, Dewi menilai, bank perlu memperluas variasi produk pinjamannya. Menurut dia, dengan pilihan produk yang variatif semestinya akan mendorong minat masyarakat untuk mengajukan pinjaman.

Sementara itu, mengacu pada hasil survei Google, pemahaman masyarakat Indonesia terhadap jasa keuangan masih tergolong minim, yakni hanya 35%, lebih rendah dibandingkan Malaysia dan Singapura. Apalagi soal kartu kredit, hanya 17% dari responden yang memahami dengan baik.