Biaya Isi Ulang e-Money Dianggap Ganggu Program Nontunai

ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga
Petugas melakukan pengisian data pada "e-money" atau kartu transaksi non tunai di Sentra Mandiri, Jakarta, Senin (18/9).
Penulis: Michael Reily
Editor: Yuliawati
22/9/2017, 16.25 WIB

Selain itu, kebijakan pembayaran tol yang wajib menggunakan uang elektronik diharapkan dapat segera diubah. Langkah itu dinilai melanggar Undang-undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang mata uang.

Pasal 23 menjelaskan setiap orang dilarang menolak untuk menerima Rupiah yang penyerahannya dimaksudkan sebagai pembayaran atau untuk menyelesaikan kewajiban yang harus dipenuhi dengan Rupiah dan/atau untuk transaksi keuangan lainnya di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, kecuali karena terdapat keraguan atas keaslian Rupiah.

Oleh karena itu, Ardiansyah meminta penyelenggara jalan tol agar tidak menolak pembayaran dengan transaksi fisik. "Anjurannya kepada jalan tol harus menyediakan opsi bagi masyarakat untuk pembayaran uang tunai," tuturnya.

 (Baca juga: Go-Jek Batalkan Biaya Isi Ulang Go-Pay Melalui Bank Mandiri)

Kebijakan yang bersifat tidak adil dan merugikan konsumen akan menyebabkan masyarakat malah tertinggal dalam era kemajuan digital. Sehingga, Ardiansyah menuntut regulasi perbankan harus mampu mengimbangi pola transaksi masyarakat Indonesia supaya peraturan mampu memberikan perlindungan konsumen.

 BKPN merupakan organisasi konsumen yang didirikan oleh pemerintah sejak 2004. Selain BKPN, Yayasan Layanan Konsumen Indonesia (YLKI) memprotes biaya isi ulang uang elektronik atau e-money. YLKI menilai aturan biaya untuk pengisian di atas Rp 200 ribu tersebut memberatkan konsumen. 

Halaman:
Reporter: Michael Reily