Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan akan segera mengeluarkan surat edaran guna memperketat transaksi yang dilakukan oleh perusahaan financial technology (fintech) di bidang pinjam-meminjam dana (peer to peer lending). Salah satu yang ditekankan adalah perlunya perusahaan ini menyiapkan aplikasi yang bisa mendata peminjam secara rinci tanpa harus bertatap muka secara langsung.
Direktur Pengaturan, Perizinan, dan Pengawasan fintech OJK Hendrikus Passagi mengatakan, pihaknya segera mengeluarkan surat edaran sebagai arahan lanjutan dari terbitnya Peraturan OJK dengan nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi. Surat edaran ini salah satunya berisi tentang kewajiban membuat aplikasi.
"Ini dilakukan untuk mempermudah dan memberi kenyamanan para pihak yang ingin menjadi customer onboarding," ujar Hendirkus saat ditemui di Ayana MidPlaza Hotel, Jakarta, Selasa (29/8). (Baca: Cegah Kejahatan, OJK Atur Ketat Peminjaman Uang secara Virtual)
Hendrikus menjelaskan aplikasi ini harus mempu meng-capture data peminjam yang didalamnya memiliki pin, pemindai sidik jari (finger print), tanda tangan digital, pengenal wajah, dan bisa melakukan video conference. Hal ini diperlukan untuk memastikan bahwa peminjam adalah orang yang benar-benar akan dipinjamkan, sehingga dapat meningkatkan pengamanan.
Selain itu, surat edaran ini juga berisi tentang tata cara pinjam-meminjam secara lengkap dan tata cara pembuatan kontrak antara investor dengan peminjam yang difasilitasi perusahaan fintech ini. Kemudian penanganan resiko apabila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Namun, Hendrikus memastikan belum memberi batas waktu akhir guna memenuhi kewajiban tersebut.
"Seberapa siap mereka berdiskusi dengan kami, tetapi harus sesegera mungkin," ujarnya. (Baca: OJK Bentuk Satgas Pengawas Fintech Pinjam-Meminjam Uang)
Hingga kini telah ada 16 perusahaan fintech pinjam-meminjam uang yang menjadi domain OJK telah terdaftar dan memiliki status. Dari jumlah tersebut, sebanyak 8 perusahaan telah memberikan laporan terkait penyaluran dan penghimpunan dananya. Rata-rata perusahaan tersebut sudah menyalurkan pinjaman sebanyak Rp 1 triliun.
Selain itu, terdapat 44 perusahaan yang sudah melakukan pendaftaran tetapi masih belum selesai proses verifikasinya. Sedangkan, sebanyak 35 perusahaan fintech lainnya sudah mengajukan surat yang berisi minat mereka untuk melakukan pendaftaran.
Hendrikus mengaku dirinya sangat mengapresiasi adanya perusahaan semacam ini guna mendukung inklusi keuangan. Dia menekankan perusahaan fintech yang baik bukan dilihat dari total dana yang disalurkan, tetapi ke berapa banyak masyarakat yang telah disalurkan dan tersebar di seluruh wilayah Indonesia.
"Fintech yang berprestasi itu yang mampu melayani lebih banyak orang dan tersebar di luar Pulau Jawa. Tentu yang kami hargai adalah yang bisa menyalurkan sampai ke Papua," ujarnya.
Sementara itu, CEO Crowdo -salah satu perusahaan fintech pinjam-meminjam uang- Leo Shimada mengatakan pihaknya akan mengikuti aturan yang akan ditetapkan oleh regulator. Crowdo sudah punya rencana utuk segera meluncurkan aplikasi guna mempermudah investor maupun peminjam melakukan transaksinya dengan aturan yang telah ditetapkan oleh OJK.
"Kami yakin platform digital dan penggunaan teknologi canggih seperti artificial intellegence membantu investor di dalam platform menjadi seefisien mungkin sambil memberikan informasi, sehingga para investor dapat mengambil keputusan yang tepat terkait investasi mereka," ujar Leo.
(Baca: OJK Batasi Nilai Kredit Lewat Fintech Maksimal Rp 2 Miliar)