DPR Setuju Investor Asing Kuasai Maksimal 80% Saham Asuransi

Arief Kamaludin | Katadata
26/7/2017, 20.59 WIB

Komisi Keuangan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyetujui Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) terkait kepemilikan asing di perusahaan asuransi. Dalam RPP tersebut, pemerintah membolehkan investor asing untuk menguasai hingga 80% saham perusahaan asuransi domestik.

Dari 10 fraksi di Komisi Keuangan, hanya Fraksi Partai Demokrat yang menolak batasan kepemilikan saham yang diusulkan pemerintah. “Kami sudah mendengarkan semua fraksi dan disetujui. Semoga bisa jadi pertimbangan dalam menyusun Peraturan Pemerintah,” kata Ketua Komisi Ketua Komisi Keuangan Melchias Marcus Mekeng saat memimpin Rapat Kerja (Raker) dengan Pemerintah di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (26/7).

Saat ini terdapat 19 perusahaan asuransi domestik yang lebih dari 80% sahamnya dimiliki investor asing. Ini artinya, investor tersebut harus bersiap-siap mengurangi kepemilikan sahamnya. 

Adapun Fraksi Partai Demokrat menilai seharusnya batasan kepemilikan asing bisa lebih rendah dari usulan pemerintah. Anggota Komisi Keuangan dari Fraksi Partai Demokrat Tutik Kusuma Wardhani berpendapat, porsi asing yang ideal hanya 49 persen. "Ini agar memberi ruang bagi investor lokal untuk mengambil porsi yang lebih besar," ucapnya.

Di sisi lain, Anggota Komisi Keuangan dari Fraksi Partai Gerindra Kardaya Warnika Dea mengaku belum memahami alasan pemerintah menetapkan batasan tersebut. Namun, Gerindra tetap menyetujui RPP yang dimaksud. "Tidak memahami tapi menerima," kata dia.

Sementara itu, Anggota Komisi Keuangan dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Andreas Eddy Susetyo setuju, tapi porsi investor domestik harus bisa didorong agar terus meningkat terutama di perusahaan asuransi jiwa.

"Kepemilikan (asing) 80 persen sekarang ini bisa dipahami tapi kemudian pasar yang besar semestinya bisa dikuasai asuransi nasional, terutama yang multiple yaitu asuransi jiwa," ujarnya. Sebaliknya, ia mendukung kepemilikan asing hingga 100% di perusahaan asuransi kerugian.

Deputi Komisioner Pengawas Industri Keuangan Non-Bank Otoritas Jasa Keuangan (IKNB OJK) Edy Setiadi yang turut hadir dalam Raker tersebut memastikan, kendati porsi asing cukup besar, namun hal itu tidak akan merugikan masyarakat karena sudah ada aturan-aturan yang membatasi. "Kami kan sudah ada rambu-rambunya, di aturan yang kami buat," kata dia.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan, alasan pemerintah mengusulkan porsi sebesar itu berdasarkan pengkajian terhadap industri asuransi dalam beberapa dekade belakangan. (Baca juga: Beda dengan DPR, Sri Mulyani Ingin Porsi Asing di Asuransi Lebih Besar)

Menurut dia, selama 25 tahun, pemodal domestik enggan berinvestasi di industri asuransi karena imbal hasilnya (return) jangka panjang. Padahal, perusahaan asuransi membutuhkan tambahan modal secara rutin, untuk bisa berekspansi dan menyerap risiko atas klaim yang diajukan oleh pemegang premi.

"Berdasarkan observasi, secara anekdot, kami melihat para pemodal dalam negeri appetite (toleransi) terhadap risiko terbatas. Kalau dia punya uang, dia cenderung konservatif, tidak mau berinvestasi jangka panjang, " kata dia. Karena itu, hanya asing yang mau masuk berinvestasi di industri asuransi.

Secara garis besar, ia pun memaparkan, pemerintah memiliki tiga alasan untuk mengajukan batasan kepemilikan asing sebesar 80%. Pertama, investor asing memiliki kemampuan yang besar untuk menambah modal guna mengkalibrasi risiko yang diklaim oleh pemegang polis. Hal ini penting lantaran beberapa daerah sering mengalami bencana alam sehingga risiko asuransinya tinggi.

Kedua, pertumbuhan asuransi domestik tidak akan mampu mengejar peningkatan permintaan jasa asuransi di dalam negeri. Alasannya masih sama, yakni karena keterbatasan modal. Di sisi lain, masuknya investor asing diharapkan bisa meningkatkan daya saing yang berujung pada perbaikan pelayanan kepada masyarakat.

Ketiga, berkembangnya industri asuransi juga akan mendorong pertumbuhan ekonomi. Sebab, mayoritas keuntungan bisnis juga akan diinvestasikan kembali di dalam negeri. Hal ini seperti diatur dalam peraturan OJK bahwa pengalihan keuntungan ke perusahaan induk di luar negeri maksimal 20 persen.

Selain itu, ada juga aturan yang mendorong perusahaan asuransi menempatkan sejumlah dana ke surat utang. Dengan begitu, Surat Berharga Negara (SBN) bisa banyak diserap oleh perusahaan asuransi.