Komisi VI Sepakat Pangkas Anggaran Kementerian BUMN Rp 45 Miliar

Donang Wahyu|KATADATA
Gedung DPR
Penulis: Desy Setyowati
13/7/2017, 18.27 WIB

Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sepakat usulan pemerintah memangkas anggaran Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebesar Rp 45 miliar.  dari pagu tahun ini  Rp 243,87 miliar. Dengan demikian, anggaran Kemenkeu menjadi Rp 198,87 miliar tahun ini.

Saat menggantikan Menteri BUM  Rini Soemarno, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan bahwa pemangkasan anggaran ini sesuai dengan Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2017. Presiden Joko Widodo memerintahkan setiap kementerian dan lembaga (K/L) menekan belanja barang tahun ini, di bawah realisasi belanja 2016.

Mengacu pada aturan tersebut, Sri Mulyani menegaskan tidak ada belanja operasional seperti gaji pegawai yang dipangkas. Pemangkasan dilakukan terhadap belanja barang seperti perjalanan dinasi baik di dalam ataupun di luar negeri, rapat ke luar kota, juga lelang dan swakelola yang tidak digunakan. Oleh karena itu, ia tegaskan bahwa pemangkasan ini tidak akan mengganggu pencapaian ataupun output yang ditarget tahun ini.

"Kami tetap optimistis dengan penghematan. Kementerian BUMN tetap bisa jalankan fungsi dan tanggung jawab, dan tetap bisa mencapai output 2017," kata dia saat Rapat Kerja (Raker) dengan Komisi VI di Gedung MPR/DPR, Jakarta, Kamis (13/7).

(Baca: Susi Minta Anggaran Tahun Depan Lebih Rendah Rp 2 Triliun)

Sayangnya, dalam rapat pembahasan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBN-P) 2017 ini, Komisi VI hanya menyetujui pemangkasan anggaran. Sementara usulan tambahan Penyertaan Modal Negara (PMN) tunai sebesar Rp 2 triliun untuk PT Kereta Api Indonesia (Persero) dan non tunai Rp 379,3 miliar untuk PT Djakarta Lloyd (Persero) belum bisa selesai dibahas.
 
Tambahan PMN untuk KAI, diusulkan untuk menunjang kemampuan perusahaan transportasi ini dalam membangun sarana dan prasarana proyek kereta api ringan (Light Rail Transit/LRT) Jakarta, Bogor, Depok, dan Bekasi (Jabodebek). Sedangkan PMN untuk Djakarta Lloyd untuk memperbaiki kinerja keuangannya. PMN ini nantinya akan berasal dari pinjaman Subsidiary Loan Agreement (SLA).
 
Komisi VI menilai perlu ada pembahasan mengenai PMN secara mendalam terlebih dulu, sebelum memutuskan. Apalagi, Komisi VI mengaku belum mendapat surat atau laporan dari hasil pembahasan mengenai PMN di Badan Anggaran (Banggar) kemarin malam. Karena itu, pembahasan PMN rencananya akan dilakukan pekan depan.
 
 
Wakil Ketua Komisi VI Teguh Juwarno menyepakati enam poin dalam Raker ini. Pertama, menyetujui usulan penghematan belanja sebesar Rp 45 miliar. Kedua, memahami realisasi anggaran Kementerian BUMN yang masih rendah. Hingga 5 Juli, serapan anggaran kementerian ini baru mencapai Rp 62,29 miliar atau 26 persen dari alokasi APBN 2017 Rp 243,87 miliar.
 
Ketiga, Komisi VI dan Menteri BUMN sepakat melalukan pendalaman usulan PMN dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP). Nantinya, akan diputuskan dalam raker berikutnya di masa kerja V tahun sidang 2016-2017, pada pekan depan. Keempat, Komisi VI memahami paparan pagu indikatif 2018 Kementerian BUMN sebesar Rp 247,04 miliar.
 

Kelima, mendukung rancangan awal rencana kerja Kementerian BUMN 2018 untuk peningkatan kinerja, implementasi proyek strategis terkait program prioritas nasional, dan pelaksanaan Asian Games 2018. Keenam, mengapresiasi laporan keuangan Kementerian BUMN pada Tahun Anggaran 2016 yang mendapat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) selama 10 kali oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

"Kami apresiasi Kementerian BUMN dapat opini WTP sejak 2007 (berturut-turut) dari BPK. Kami meminta Kementerian BUMN menindaklanjuti rekomendasi BPK untuk memperbaiki kualitas laporan keuangan," kata Teguh.

Dalam rapat ini, ia juga mengucapkan terima kasih dan kekagumannya pada Sri Mulyani lantaran bisa mengemban tugas untuk mewakili Rini dalam setiap rapat dengan parlemen. "Ini terakhir Ibu (mewakili) sebagai Menteri BUMN. Ibu adalah wanita terkuat di dunia. Saya kira tidak ada orang seluarbiasa Ibu," ujarnya.

Harapannya, pembahasan PMN pada pekan depan bisa dilakukan oleh Rini Soemarno. Sebagaimana diketahui, sudah 1,5 tahun Rini dilarang ke DPR, tepatnya sejak Desember 2015. Hal ini berdampak terhadap koordinasi antara Komisi VI dengan Menteri BUMN sebagai mitra kerja komisi.

Pelarangan ini berlaku sejak Panitia Khusus (Pansus) Angket Pelindo II menyerahkan hasil rekomendasinya ke Paripurna DPR pada 23 Desember 2015. Salah satu poin pansus itu adalah meminta Presiden Joko Widodo memberhentikan Rini dari jabatan Menteri BUMN.

Berdasarkan rekomendasi ini, Pelaksana Tugas (Plt) Ketua DPR saat itu Fadli Zon memutuskan untuk melarang Rini hadir di DPR. Hingga kini, larangan tersebut belum dicabut. Makanya Presiden Jokowi mengirimkan Sri Mulyani untuk menggantikan Rini rapat di DPR.