Pemerintah Indonesia dan Swiss menandatangani joint declaration dalam rangka implementasi pertukaran data keuangan untuk kepentingan perpajakan atau Automatic Exchange of Information (AEoI).
Penandatanganan dilakukan antara Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Ken Dwijugiasteadi dengan Duta Besar Swiss Untuk Indonesia Yvonne Baumann.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang menyaksikan penandatanganan deklarasi mengatakan Indonesia dan Swiss bersepakat untuk saling bertukar informasi rekening keuangan secara otomatis sesuai dengan Common Reporting Standar (CRS) mulai 2018 dan pertukaran pertama akan dilakukan pada 2019.
Sri Mulyani mengatakan penandatanganan dengan Swiss menandakan berakhirnya era kerahasiaan penyimpanan uang dari pajak. Selama ini Swiss dikenal sebagai salah satu pusat keuangan terbesar dunia dan mendapat julukan salah satu negara surga pajak.
(Baca: Setelah Hong Kong, Indonesia Bidik Singapura Buka Data Rekening WNI)
"Penandatanganan hari ini simbol sangat penting, sinyal kuat bagi para financial center seluruh dunia, bahwa tempat penyimpanan pajak sudah berakhir, era kerahasiaan berakhir," kata Sri kepada wartawan, Selasa (4/7).
Pertukaran informasi kedua negara akan dilindungi dengan jaminan keamanan data sesuai standar internasional. Lewat penandatanganan perjanjian, kata Sri Mulyani, kedua negara berkomitmen saling memberikan informasi mengenai perkembangan implementasi CRS dalam peraturan perundang-undangan domestik masing-masing negara.
Joint declaration ini merupakan hal yang dipersyaratkan oleh Swiss dalam mengaktifkan Multilateral Competent Authority Agreement (MCAA), untuk mendapatkan persetujuan parlemen negeri tersebut yang keputusannya akan diambil pada akhir 2017.
Yvonne Baumann mengatakan Swiss memiliki kepentingan untuk ikut menerapkan transparansi keuangan. Dirinya juga berharap perjanjian ini juga dapat menjadi pintu penguatan kerja sama Indonesia - Swiss dalam isu keuangan lain. "Ini adalah kemajuan besar untuk menerapkan keterbukaan informasi keuangan," kata Yvonne.
Sri Mulyani belum mendapat estimasi dana yang dapat ditarik dari Swiss. Dia hanya mengatakan usai perjanjian Kemenkeu akan terus menggali potensi dana dari Wajib Pajak Indonesia yang dapat dikembalikan. "Walaupun dari tax amnesty kami lihat mayoritas WP kita masih (menyimpan dana) di wilayah seperti Hong Kong dan Singapura," katanya.
(Baca: Ditjen Pajak Bidik Data Keuangan WNI di 99 Negara)
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia mengatakan pemerintah menyiapkan proses serta sistem untuk memperlancar pertukaran. Tujuan utama berbagai kerjasama pertukaran data agar ada peningkatan penerimaan, terutama bagi Indonesia.
Sebelumnya pemerintah pun telah menandatangani perjanjian dengan Tiongkok, Hong Kong dan puluhan negara lain yang telah menerapkan AEoI. Selanjutnya, pemerintah berharap segera menandatangani kesepakatan akses keterbukaan informasi dengan Singapura.
"Saya yakin mereka (Singapura) syaratnya sama dengan Swiss dan Hong Kong. Kalau Hong Kong siap, Singapura juga harus siap," kata Sri Mulyani.
Pemerintah Singapura telah sepakat mengikuti kerja sama pertukaran data secara otomatis AEoI. Namun, pemerintah negeri singa hanya akan menjalankan kerja sama itu melalui perjanjian bilateral dengan negara-negara yang dianggap memenuhi syarat.
Singapura merupakan salah satu negara yang tengah dibidik oleh pemerintah Indonesia untuk perjanjian bilateral AEoI. Sebab, banyak warga negara Indonesia (WNI) yang diduga menyembunyikan hartanya di Singapura. Pada 2014 silam, Budi Gunadi Sadikin yang ketika itu menjabat Direktur Utama Bank Mandiri memperkirakan total dana WNI yang tersimpan di perbankan Singapura berjumlah lebih dari Rp 3.000 triliun.
(Baca: Singapura Ajukan Sederet Syarat Sebelum Buka Data Nasabah WNI)