Jokowi Khawatir Penguatan Tajam Rupiah Akibat Tax Amnesty

Arief Kamaludin|KATADATA
Penulis: Yura Syahrul
14/7/2016, 19.54 WIB

Jika dihitung sejak Undang-Undang Tax Amnesty disahkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akhir Juni lalu hingga saat ini, rupiah telah menguat 1 persen. Sedangkan sejak awal tahun ini, rupiah menguat 5,2 persen.

Sebelumnya, Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Mirza Adityaswara mengatakan, penguatan rupiah seiring dengan pengesahan UU Tax Amnesty dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negera Perubahan (APBN-P) 2016. Hal itu menjadi sentimen positif bagi pasar keuangan dalam negeri.

Keputusan tersebut dinilai memberi kepastian bagi investor atau pengusaha. Ke depan, bank sentral juga melihat potensi penguatan rupiah masih terbuka. Sebab, penerapan tax amnesty semestinya membawa dana asing masuk (capital inflow) dalam jumlah besar sehingga memperbesar likuiditas. Dengan begitu, cadangan devisa bisa meningkat signifikan.

Menurut Jokowi, penguatan rupiah merupakan salah satu dampak dari penerapan kebijakan tax amnesty. Dampak lainnya adalah menambah penerimaan negara. Dalam APBN-P 2016, pemerintah menargetkan penerimaan negara dari tebusan tax amnesty sebesar Rp 165 triliun.

(Baca: Menkeu Awasi Perang Bunga Bank Imbas Tax Amnesty)

Selain itu, kebijakan tersebut bakal meningkatkan cadangan devisa negara. Sekadar informasi, per akhir Juni lalu, BI mencatat cadangan devisa sebesar US$ 109,8 miliar. Jumlahnya meningkat dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar US$ 103,6 miliar.

Dampak lain dari masuknya aliran dana repatriasi adalah likuiditas perbankan bakal bertambah. “Namun penambahan likuiditas ini harus dikelola dan disalurkan,” kata Jokowi. Berdasarkan perkiraan Kementerian Keuangan, jumlah dana repatriasi hasil pengampunan pajak bisa mencapai Rp 1.000 triliun.

Halaman: