Likuiditas Mengetat, Rp 95 Triliun Berpotensi Cabut dari Bank

Bank KATADATA|Arief Kamaludin
(KATADATA|Arief Kamaludin)
Penulis: Yura Syahrul
24/2/2016, 15.11 WIB

Namun, kondisi seperti itu juga bisa digunakan bank untuk menerbitkan surat utang atau obligasi. Sebab, pendanaan melalui obligasi justru lebih cocok dengan pembiayaan jangka panjang yang dijalankan perbankan. “Sebenarnya DPK itu bisa digantikan oleh surat utang,” kata Hendro kepada Katadata, Rabu (24/2).

(Baca: Pemerintah Tetapkan Bunga Deposito BUMN Mengacu Inflasi)

Sementara itu, Ekonom Bank Permata Josua Pardede berpendapat, mengetatnya likuiditas akan mendorong bank menyalurkan dananya ke bank lain. Pasalnya, margin bunga yang didapat akan lebih tinggi karena bunga deposit facility sebesar lima persen sedangkan lending facility (pinjaman) 7,5 persen.

Kalau hal tersebut terjadi, langkah Bank Indonesia memangkas Giro Wajib Minimum (GWM) Primer dalam rupiah tidak akan efektif untuk memacu penyaluran kredit. Menurut Josua, bank lebih untung bila menyalurkan dananya ke bank lain ketimbang dikucurkan ke sektor riil dalam bentuk kredit.

(Baca: Agresif Pangkas GWM, BI Dianggap “Kompromi” dengan Pemerintah)

Seperti diketahui, Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI pekan lalu memutuskan menurunkan suku bunga acuan BI rate menjadi 7 persen dan GWM Primer dalam rupiah turun 1 persen. Gubernur BI Agus Martowardojo mengatakan, paket kebijakan itu untuk memacu penyaluran kredit karena penurunan GWM akan menambah likuiditas perbankan sebesar Rp 34 triliun.

(Baca: OJK Permudah Bank Buka Cabang kalau Mau Turunkan Margin Bunga)

Pemerintah juga tengah mendorong bank untuk menurunkan bunga kredit sehingga bisa mengucur lebih deras. Cara yang dilakukan adalah melarang perusahaan BUMN dan kementerian atau lembaga (K/L) meminta bunga deposito tinggi kepada bank. Selain itu, pemerintah melalui Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah menggodok aturan yang membatasi margin bunga bersih (NIM) bank. Bank yang bisa menekan NIM akan mendapat insentif, sehingga ujung-ujungnya bunga kredit dapat turun.

Halaman:
Reporter: Desy Setyowati