Otoritas Jasa Keuangan (OJK) membanjiri bank umum konvensional dengan insentif untuk mendorong partisipasinya dalam program percepatan kendaraan bermotor listrik berbasis baterai atau kendaraan listrik. Hal ini sesuai dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai untuk Transportasi Jalan.
Insentif yang diberikan OJK ini tertuang dalam surat Kepala Eksekutif Perbankan OJK Heru Kristiyana kepada para direksi bank umum konvensional tertanggal 1 September 2020. Tercatat ada empat insentif yang digelontorkan OJK untuk mendorong pengembangan kendaraan listrik.
Insentif pertama yang diberikan OJK adalah klasifikasi penerapan keuangan berkelanjutan bagi pinjaman yang diberikan untuk tujuan pembelian kendaraan listrik.
"Termasuk kepada debitur dengan tujuan pengembangan industri hulu kendaraan listrik, seperti industri baterai, industri charging station dan industri komponen," kata Heru dalam siaran pers Jumat (4/9).
Kedua, penyediaan dana dalam rangka produksi kendaraan listrik beserta infrastrukturnya dapat dikategorikan sebagai program pemerintah yang mendapatkan pengecualian batas maksimum pemberian kredit (BMPK) dalam hal dijamin oleh lembaga keuangan penjaminan atau asuransi BUMN dan BUMD. Ini sejalan dengan Peraturan OJK (POJK) Nomor 38/POJK.03/2019 tentang BMPK.
OJK pun memberikan insentif berupa penilaian kualitas kredit untuk pembelian kendaraan listrik atau pengembangan industri hulu dengan plafon sampai dengan Rp 5 miliar, dapat hanya didasarkan atas ketepatan pembayaran pokok dan atau bunga. Sesuai dengan penerapan POJK No.40/POJK.03/2019.
Tambahan insentif terakhir adalah kredit untuk pembelian kendaraan listrik atau pengembangan industri hulunya untuk perorangan atau badan usaha UMK, dapat dikenakan bobot risiko 75% dalam perhitungan Aset Tertimbang Menurut Risiko (ATMR).
Penerapan bobot risiko yang dimaksud sesuai Surat Edaran OJK (SEOJK) Nomor 11/SEOJK.03/2018 tentang Pedoman Perhitungan ATMR untuk Risiko Kredit. Dengan menggunakan pendekatan standar cukup rendah apabila dibandingkan dengan bobot risiko kepada korporasi tanpa peringkat yaitu sebesar 100%.
Selain hal tersebut, Heru menjelaskan bahwa insentif-insentif ini sesuai dengan POJK No.51/POJK.03/2017 yang menerapkan keuangan berkelanjutan secara efektif dapat diberikan insentif oleh OJK.
"Insentif ini berupa mengikutsertakan dalam program pengembangan kompetensi sumber daya manusia atau penganugerahan sustainable finance award," ujarnya.