Minat Investasi Berkelanjutan (ESG) Naik, OJK Siapkan Roadmap

Youtube/Otoritas Jasa Keuangan
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan kredit akan tumbuh 6,5% hingga 8,5% pada 2021 dalam Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan 2021 pada Jumat (15/1).
27/7/2021, 16.15 WIB

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melihat adanya peningkatan kesadaran masyarakat terhadap aspek lingkungan, sosial dan tata kelola (ESG) sepanjang pandemi Covid-19. Hal itu membuat investasi ESG semakin diminati. Untuk itu, otoritas menyiapkan berbagai strategi mendorong pembangunan berkelanjutan atau SDGs

Berdasarkan survei BNP Paribas Global, minat investor terhadap produk berbasis ESG meningkat 20% sejak pandemi Covid-19. Selain itu, 79% responden setuju untuk mempertimbangkan aspek sosial akan berdampak positif terhadap investasi jangka panjang dana manajemen risikonya.

Ketua Dewan Komisaris OJK Wimboh Santoso mengatakan, dari studi Fidelity International menunjukkan saham dan obligasi dari perusahaan dengan peringkat ESG lebih tinggi memiliki performa yang lebih baik.

“Indonesia diharapkan dapat memperkuat posisi kepemimpinan di kawasan dan menjadi jembatan bagi suara kolektif negara-negara yang tergabung di ASEAN, khususnya untuk implementasi keuangan berkelanjutan,” kata Wimboh secara virtual, Selasa (27/7).

Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI) Inarno Djajadi mengklaim kalau kinerja pasar modal Tanah Air tidak terpengaruh pandemi Covid-19. Hal tersebut ditunjukkan dari Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tumbuh 2,05% secara tahunan per Jumat (23/7).

“Jumlah investor naik 44% menjadi 5,6 juta per Juni 2021. Situasi pendemi tidak menyurutkan minat masyarakat serta perusahaan untuk masuk pasar modal,” kata Inarno secara daring.

Indonesia akan memegang tampuk presidensi G20 di 2022. Itu menjadi momentum bagi Indonesia untuk menunjukkan kepemimpinan dan komitmen dalam mengimplementasikan keuangan berkelanjutan dalam skala global.

Untuk itu, otoritas juga menyiapkan berbagai strategi untuk mendorong pembangunan berkelanjutan atau SDGs, termasuk merilis roadmap berkelanjutan tahap II periode 2021-2025. Sebelumnya, roadmap keuangan berkelanjutan tahap I diimplementasikan selama periode 2015-2019.

Wimboh mengatakan, fokus roadmap keuangan berkelanjutan tahap II akan mengacu pada empat hal. Pertama, penyelesaian taksonomi hijau sebagai pedoman pengembangan produk inovatif.

Dalam pengembangan taksonomi hijau, OJK akan secara aktif dalam dewan stabilitas keuangan atau financial stability board (FSB). Khususnya, terkait sustainable financial disclosure untuk lembaga jasa keuangan dalam FSB, workstream on climate disclosures (WSCD) dan ASEAN Taxonomy Board.

Kedua, mengembangkan kerangka manajemen risiko. Ketiga mengembangkan skema pembiayaan atau pendanaan proyek inovatif dan feasible. Terakhir, meningkatkan kesadaran atau awareness dan capacity building untuk seluruk pemangku kepentingan.

Di samping itu, otoritas juga menyiapkan task force keuangan berkelanjutan untuk mempercepat implementasi inisiatif. Selain itu, turut bekerja sama dengan industri untuk menanggapi diskusi terkait keuangan berkelanjutan di forum nasional, regional dan global.

“Kami optimistis koordinasi dalam penyusunan kebijakan dan regulasi yang baik, serta komitmen pihak terkait dapat mencapai tujuan yang ditetapkan dalam Paris Agreement dan SDGs,” ujarnya.

Adapun hasil roadmap keuangan berkelanjutan tahap I periode 2015-2019 berhasil mengimplementasikan beberapa ketentuan. Di antaranya, lembaga jasa keuangan diwajibkan untuk menyusun rencana aksi keuangan berkelanjutan (RAKB) dan menyampaikan laporan keberlanjutan (sustainability report) bagi lembaga jasa keuangan, emiten dan perusahaan public.

Aliansi Investasi Berkelanjutan Global (GSIA) melaporkan bahwa nilai total aset investasi hijau di dunia mencapai US$ 35,3 triliun atau lebih dari Rp 513.000 triliun.

Jumlah tersebut menyumbang 36% atau lebih dari sepertiga nilai aset keuangan di lima pasar terbesar dunia, berdasarkan data yang dikumpulkan anggota GSIA di wilayahnya masing-masing. Aset tersebut dikelola secara profesional menggunakan ukuran yang luas tentang apa artinya investasi berkelanjutan.

“Investor semakin didorong faktor lingkungan, sosial, dan tata kelola (ESG), yang belum tercermin dalam neraca perusahaan namun dapat memengaruhi tingkat pengembalian (return) investasi di masa depan,” tulis laporan GSIA dikutip dari Reuters, Rabu (21/7).

Penyumbang bahan: Nada Naurah (magang)