Kementerian BUMN Minta Himbara Kurangi Pembiayaan Proyek Energi Fosil
Kementerian BUMN meminta agar bank-bank pelat merah mengurangi pinjaman ke perusahaan atau industri yang bergerak di sektor energi fosil. Wakil Menteri BUMN Pahala N. Mansury mengatakan bahwa ini merupakan salah satu upaya untuk menurunkan emisi gas rumah kaca menuju transisi energi.
Adapun bank-bank pelat merah tergabung dalam Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) yang terdiri dari Bank Mandiri, Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Negara Indonesia (BNI), dan Bank Tabungan Negara (BTN).
“Kami memiliki komitmen untuk menurunkan emisi dan kami dorong juga kepada sektor perbankan, khususnya yang terkait dengan Himbara secara bersama-sama melakukan penurunan pembiayaan kepada sektor yang berbasiskan energi fosil,” kata Pahala dalam Indonesia Solar Summit 2022, Selasa (19/4).
Walau begitu, tidak berarti saat ini pemerintah akan menutup seluruh akses pembiayaan oleh bank Himbara kepada industri yang bergerak di sektor energi fosil.
Namun ia menambahkan bahwa pengembangan energi baru dan terbarukan (EBT) merupakan sebuah langkah untuk mengamankan pasokan energi nasional. “Indonesia memiliki banyak sumber EBT, kita perlu berdiskusi perihal bagaimana mekanisme transisi energi dijalankan,” sambungnya.
Di sisi lain, Pahala berharap sejumlah bank turut aktif berkontribusi untuk mendorong pembiayaan dan pengembangan pembangkit listrik berbasis energi terbarukan.
Ia juga meminta Pertamina dan PLN untuk meningkatkan investasi ke sektor EBT guna mendukung target penurunan emisi dalam Nationally Determined Contribution (NDC) sebesar 29% pada 2030. “Lalu kemudian nanti akan menuju Net Zero Emission (NZE) di tahun 2060,” ujarnya.
Sebelumnya perbankan nasional dinilai belum serius untuk menggarap pembiayaan berkelanjutan lantaran masih membiayai sektor yang berkaitan dengan batu bara, baik pertambangan maupun pembangkit listrik tenaga uap (PLTU).
Berdasarkan studi yang dirilis Institute for Energy Economics and Financial Analysis (IEEFA), lebih dari 100 lembaga keuangan global memutuskan keluar dari pembiayaan proyek PLTU batu bara maupun pertambangan. Terbaru, Bank of China juga memutuskan untuk keluar dari bisnis ini.
Peneliti Trend Asia, Andri Prasetiyo mengatakan tren ini juga diikuti oleh beberapa bank besar di Asia Tenggara, seperti Maybank dan CIMB. Namun keluarnya bank-bank besar dunia dari bisnis batu bara dan PLTU justru direspon oleh perbankan nasional sebagai peluang dan ceruk pasar baru yang dapat diisi.
"Misalnya waktu itu pernyataan publik dari perwakilan Bank Mandiri dan lain sebagainya yang menyatakan bahwa ini kesempatan baru, ceruk pasar baru karena kompetitor makin sedikit," kata dia beberapa waktu lalu, Kamis (20/1).
Andri menilai desakan penghentian pendanaan untuk sektor batu bara bukan masalah sentimen memusuhi emas hitam ini sebagai komoditas. Namun lebih kepada bahwa batu bara adalah penyumbang utama emisi karbon dan gas rumah kaca global yang berkontribusi besar terhadap perubahan iklim.
"Perang melawan batu bara bukan hanya melawan batu baranya tapi berjuang kita lepas dari laju krisis iklim yang semakin lama semakin buruk," ujarnya.