Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan aturan terbaru mengenai pinjam meminjam yang menggunakan teknologi (pinjol) atau fintech peer to peer (p2p) lending.
Aturan tersebut tertuang dalam POJK Nomor 10/POJK.05/2022 Tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (POJK LPBBTI/Fintech P2P Lending).
Deputi Komisioner Humas dan Logistik Anto Prabowo menjelaskan, POJK LPBBTI ini dikeluarkan untuk mengembangkan industri keuangan yang dapat mendorong tumbuhnya alternatif pembiayaan, mempermudah dan meningkatkan akses pendanaan bagi masyarakat dan pelaku usaha melalui suatu layanan pendanaan berbasis teknologi informasi.
Selain itu, kata Anto, POJK ini juga merupakan penyempurnaan dari Peraturan Otoritas Jasa Keuangan sebelumnya Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi (POJK 77/2016).
"POJK ini berlaku sejak diundangkan pada tanggal 4 Juli 2022 dan sekaligus mencabut POJK 77/2016," kata Anto, dalam siaran pers, dikutip Sabtu (16/7).
Terdapat sejumlah ketentuan yang berlaku dalam POJK yang baru ini, antara lain, Pertama, penyelenggara LPPBTI harus didirikan dalam bentuk badan hukum perseroan terbatas dengan modal disetor pada saat pendirian paling sedikit Rp 25 miliar.
Kedua, penyelenggara wajib memiliki paling sedikit 1 pemegang saham pengendali (PSP); Ketiga, penyelenggara harus terlebih dahulu memperoleh izin usaha dari OJK.
Keempat, penyelenggara konvensional yang melakukan konversi menjadi Penyelenggara berdasarkan prinsip Syariah wajib memperoleh persetujuan dari OJK;
Kelima, calon pihak utama (PSP, direksi, dewan komisaris, dan DPS) wajib memperoleh persetujuan dari OJK sebelum menjalankan tindakan, tugas, dan fungsinya sebagai pihak utama; Keenam, LPBBTI dapat dilakukan melalui pendanaan produktif dan pendanaan multiguna.
Ketujuh, batas maksimum pendanaan oleh setiap pemberi dana dan afiliasinya paling banyak 25% dari posisi akhir pendanaan pada akhir bulan; Kedelapan, penyelenggara wajib memenuhi ketentuan batas maksimum manfaat ekonomi pendanaan.
Kesembilan, untuk mendukung program pemerintah, Penyelenggara dapat melakukan kerja sama dengan instansi pemerintah untuk menjadi mitra distribusi atas surat berharga negara. Berikutnya, penyelenggara wajib menggunakan sistem elektronik dalam menyelenggarakan kegiatan usahanya dan wajib dimiliki, dikuasai, dan dikendalikan oleh Penyelenggara;
Kesebelas, penyelenggara wajib menyampaikan data transaksi pendanaan kepada pusat data fintech lending OJK dengan mengintegrasikan Sistem Elektronik milik Penyelenggara pada pusat data fintech lending;
Lalu, penyelenggara wajib setiap saat memiliki ekuitas paling sedikit Rp12,5 miliar. Setiap penyelenggara juga wajib memiliki paling sedikit 2 (dua) anggota direksi; Kemudian, penyelenggara wajib memiliki paling sedikit 1 (satu) orang anggota dewan komisaris dan paling banyak sama dengan jumlah anggota direksi;
Sementara itu, bagi penyelenggara berdasarkan prinsip syariah wajib memiliki paling sedikit 1 (satu) anggota dewan pengawas syariah. Tidak hanya itu, penyelenggara wajib memiliki unit audit internal yang dijalankan oleh paling sedikit 1 (satu) orang SDM.