Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan kredit perbankan nasional pada triwulan kedua tahun ini tumbuh sebesar 10,66%.
Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar, mengatakan pertumbuhan itu ditopang oleh pertumbuhan kredit korporasi sebesar 12,87%. Sementara itu, dana pihak ketiga (DPK) tumbuh sebesar 9,13% di tengah giro yang tumbuh 19,57% dan tabungan 12,31%.
Sejalan dengan intermediasi perbankan, penyaluran pembiayaan juga melanjutkan tren positif dengan pertumbuhan 5,63% per Juni 2022. Pertumbuhan, didukung pembiayaan terutama investasi dan modal kerja yang tumbuh masing-masing 19,6% dan 18,8%.
Mahendra melanjutkan, risiko kredit tetap terjaga dengan baik pada industri perbankan maupun pada pembiayaan. Hal ini didukung likuiditas yang memadai dan permodalan yang kuat.
Rasio kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) gross perbankan pada Juni 2022 terpantau turun menjadi 2,86%. Sementara itu, rasio non performing financing (NPF) perusahaan pembiayaan berada di level 2,81%.
Lalu, likuiditas perbankan memadai dengan rasio alat likuid terhadap non core deposit di level 133, 35% dan alat likuid terhadap DPK di level 9,99% per Juni 2022.
“Ketahanan permodalan industri jasa keuangan juga memadai dengan capital adequacy ratio (CAR) perbankan mencapai 24,69%,” jelasnya.
Angka tersebut sejalan dengan kuatnya modal permodalan industri asuransi jiwa dan asuransi umum dengan risk based capital (RBC) masing-masing di level 401,01% dan 318,24%. Lalu, gearing ratio perusahaan pembiayaan sebesar 1,98 kali. Tercatat, industri perasuransian berhasil meningkatkan penghimpunan premi hingga 27,8 triliun pada Juni 2022 dengan premi asuransi jiwa mencapai Rp 15,2 triliun.
Sedangkan, dari sisi penghimpunan dana di pasar modal mencapai Rp 123,5 triliun dengan tambahan 32 emiten baru per 26 Juli 2022. Mahendra mengungkapkan, kinerja pasar saham menguat 5,7% ke level Rp 6.898 per 27 juli 2022 dan termasuk dalam bursa saham yang memiliki kinerja terbaik di kawasan. Penguatan tersebut, ditunjang dengan operasi di pasar saham sebesar Rp 58,29 triliun di tengah gejolak pasar keuangan global.
“Namun demikian perlu dicermati bahwa tekanan terhadap pasar keuangan global juga sudah mulai berdampak pada pasar saham domestik,”katanya. Dia mengatakan bahwa hal ini terlihat dari meningkatnya volatilitas di pasar saham domestik.
Peningkatan volatilitas di pasar saham domestik terlihat dari investor non residen yang masih mencatatkan arus masuk sebesar sebesar Rp 58,29 triliun sejak awal tahun ini (year to date/ytd). Namun, sejak Mei hingga 27 Juli telah mencatat aksi jual bersih (net sell) sebesar Rp 13,88 triliun. Angka tersebut sejalan dengan arus kas keluar dari emerging market economy (EME) lainnya.
Mahendra mengatakan dalam rangka menjaga stabilitas sistem keuangan di tengah meningkatnya risiko eksternal, OJK akan semakin proaktif memperkuat kebijakan Prudential di sektor jasa keuangan dalam menjaga stabilitas industri jasa keuangan.