KTT G20 Bali membahas sejumlah agenda penting di bidang keuangan atau financial track, salah satunya terkait dengan perpajakan internasional. Finance Deputy G20 Wempi Saputra menyebut ada beberapa aspek yang belum disepakati soal pajak internasional, termasuk soal pajak digital.
Menurut Staf Ahli Menteri Keuangan Sri Mulyani yang kini menduduki posisi Direktur Eksekutif Bank Dunia ini isu-isu yang belum selesai dibahas dan disepakati pada G20 Bali akan dibawa ke Presidensi G20 India tahun depan.
Dia menjelaskan bahwa terkait perpajakan internasional baru disepakati soal pertukaran informasi yang saat ini mencakup 16 negara, yang akan diperluas dengan negara lain.
Hal ini untuk menyelesaikan masalah transfer pricing, kejahatan sektor keuangan lintas negara, termasuk juga terkait terorisme, dapat dicapai pada agenda perpajakan internasional.
“Perpajakan internasional, kita ada proxy, capaiannya adalah pertukaran informasi bagi pencegahan yang namanya illicit financial flow. Jadi ada transaksi keuangan yang mencurigakan, kita tukar informasi,” ujarnya kepada Pemimpin Redaksi Katadata.co.id, Yura Syahrul, di sela-sela KTT G20 di Nusa Dua, Bali, Senin (14/11).
Adapun terkait dengan hak pemajakan profit perusahaan multi nasional corporation profit belum semuanya selesai dibahas. "Dan ini akan dibawa ke dalam presidensi India. Jadi kita baru akan dapat progress-nya. (Soal pajak digital juga) belum selesai,” ujarnya.
Wempi mengungkapkan pembahasan terkait pajak digital belum bisa diselesaikan pada pembahasan finance track KTT G20 bali lantaran belum semua negara bisa menjalankan aturan tersebut.
“Mereka harus ada persetujuan kongres seperti di Amerika Serikat. Kemudian ada beberapa negara, mereka harus menyesuaikan dengan peraturan perpajakannya sendiri, apakah perlu diubah regulasinya,” kata dia.
Sebaliknya, Indonesia menurut dia sudah lebih siap karena adanya undang-undang harmonisasi peraturan perpajakan, yang bahkan sudah mencakup pajak karbon.
“Kita lebih advanced, tapi tidak semua negara siap yang tanda tangan. Harusnya kemarin rencananya di 2022 itu sudah sekitar 137 negara yang ingin tanda tangan. Tapi karena ada beberapa kondisi domestik yang mereka harus menyesuaikan aturan-aturan, dimundurkan di 2023,” ujarnya.
Dia berharap semua ini dapat mencapai kesepakatan pada gelaran G20 India tahun depan. Semua negara berhati-hati terkait isu ini karena dampak pajak yang luas.
“Kalau kebijakan mereka salah, investasi bisa terpengaruh, sehingga mereka harus hati-hati. Bukan hanya mendapatkan revenue dari pajak, mereka hitungnya hati-hati agar investasi tidak terpengaruh negatif. Kan kita tahu, perusahaan multi nasional beroperasi di mana, tapi sumbernya di mana,” tukasnya.
Adapun pada KTT G20 Indonesia, pembahasan pada financial track sudah ada sejumlah kesepakatan, mulai dari kebijakan untuk koordinasi kebijakan makroekonomi global, pembayaran lintas batas, ada perpajakan, infrastruktur, transfer digital, serta kesehatan.
“Totalnya ada 46 report. Dan ini bisa ditindaklanjuti, bisa jadi referensi untuk formulasi kebijakan nasional maupun regional dan global,” ujar Wempi.
Dalam rangka mendukung kampanye penyelenggaraan G20 di Indonesia, Katadata menyajikan beragam konten informatif terkait berbagai aktivitas dan agenda G20 hingga berpuncak pada KTT G20 November 2022 nanti. Simak rangkaian lengkapnya di sini.