Kondisi keuangan negara berkembang di Asia Timur tengah melemah pada kuartal III 2023. Berdasarkan laporan terbaru Bank Pembangunan Asia atau Asian Development Bank (ADB), imbal hasil (yield) obligasi pemerintah di sebagian pasar Asia Timur meningkat sebagai respons terhadap kenaikan tingkat suku bunga di Amerika Serikat (AS).
Baru-baru ini, Bank Sentral AS atau The Federal Reserve (The Fed) juga memberikan sinyal bahwa suku bunga di AS akan tetap tinggi dalam jangka waktu yang lebih lama. Menurut edisi terbaru Asia Bond Monitor, kondisi keuangan di kawasan negara berkembang Asia Timur mengalami pelemahan antara 1 September hingga 10 November.
Penurunan ini dipicu oleh permintaan eksternal yang lemah dan penurunan proyeksi pertumbuhan di Republik Rakyat Tiongkok (RRT). Tekanan ini ditambah dengan kebijakan moneter ketat dari The Fed.
Efek dari pelemahan ini adalah penurunan di pasar saham regional dan kenaikan biaya premi risiko. Imbal hasil obligasi pemerintah Indonesia tenor dua tahun, misalnya, pada periode 1 September hingga 10 November naik 51 basis poin. Untuk obligasi pemerintah tenor sepuluh tahun, kenaikan imbal hasil mencapai 45 basis poin.
Kenaikan imbal hasil obligasi pemerintah Indonesia itu lebih tinggi dibandingkan dengan Filipina. Untuk obligasi pemerintah Filipina tenor dua tahun, kenaikan imbal hasil mencapai 30 basis poin sedangkan untuk tenor sepuluh tahun kenaikannya 35 basis poin.
ADB juga mencatat ada aliran modal keluar dari pasar saham di Asia Timur sebesar US$ 17,1 miliar dan US$ 5,9 miliar di pasar obligasi. Dolar AS menguat karena tingkat suku bunga tinggi juga menekan mata uang-mata uang regional.
Negara berkembang di Asia Timur mencakup perekonomian dari negara-negara anggota ASEAN, Republik Rakyat Tiongkok (RRT) atau Cina, Hong Kong-Tiongkok, dan Republik Korea.
Menurut Kepala Ekonom ADB Albert Park, inflasi di negara-negara berkembang dalam beberapa tahun ke depan akan lebih rendah. Namun, ia juga menyebut bank-bank sentral tetap perlu waspada atas gejolak keuangan di tengah tingginya suku bunga.
“Ini perkembangan yang bagus karena bank sentral di kawasan ini lebih memiliki kelonggaran untuk mendukung pertumbuhan ekonomi,” kata Albert Park dalam keterangan resmi Asian Development Bank, dikutip Selasa (28/11).
Penerbitan Obligasi Meningkat
Penerbitan obligasi di Asia Timur meningkat 8,6% dibandingkan dengan kuartal sebelumnya, mencapai US$2,5 triliun pada kuartal III 2023. Obligasi yang diterbitkan dalam mata uang lokal di kawasan tersebut juga melesat 2,5% mencapai US$23,5 triliun.
Di antara jumlah tersebut, obligasi pemerintah juga meningkat sebesar 3,0%, yang sekarang mencapai 62,4% dari total obligasi dalam mata uang lokal yang beredar di negara berkembang. Sementara itu, jumlah obligasi korporasi yang beredar juga naik sebesar 1,5%.
Obligasi berkelanjutan yang beredar di ASEAN, Cina, Jepang, dan Republik Korea (ASEAN+3) untuk mendanai proyek dan program dengan dampak positif terhadap lingkungan dan sosial, mencapai US$ 734,1 miliar pada akhir September 2023.
Sementara itu, penerbitan obligasi berkelanjutan mencapai US$ 57,3 miliar di wilayah ASEAN+3. Kontribusi dari ASEAN+3 mencapai 36,3% dari total penerbitan obligasi berkelanjutan di seluruh dunia selama kuartal ketiga 2023 sehingga menjadikan pasar obligasi berkelanjutan regional ini sebagai yang terbesar kedua di dunia. Pasar ASEAN sendiri menyumbang sekitar 7,4% dari nilai penerbitan total oleh ASEAN+3.