Penyelesaian masalah di PT Asuransi Jiwasraya (Persero) mulai terlihat titik terangnya kala ada persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terkait restrukturisasi bagi pemegang polis. Manajemen Jiwasraya berharap pemegang polis mau ikut program restrukturisasi itu.
Sekretaris Perusahaan Jiwasraya Kompyang Wibisana mengaku kondisi keuangan Jiwasraya saat ini tidak dalam keadaan yang baik. "Untuk itu Kami harapkan nasabah memahami pilihan opsi penyelamatan polis sebagai solusi terbaik untuk pemegang polis dan pemerintah," ujarnya kepada Katadata.co.id, Kamis (1/10) malam.
Kompyang mengatakan, manajemen Jiwasraya berkomitmen untuk melakukan restrukturisasi polis untuk semua nasabah, baik ritel, bancassurance, maupun korporasi. Namun, ia minta diberi waktu sebentar lagi untuk mematangkan skema restrukturisasi yang akan ditawarkan perusahaan.
"Kami percaya para pemegang polis memahami dan mengerti keadaan yang kami alami, begitupun yang dihadapi akibat pandemi Covid-19," katanya.
Rencananya, nasabah Jiwasraya yang setuju untuk melakukan restrukturisasi akan dipindahkan ke Indonesia Financial Group (IFG) Life, perusahaan asuransi jiwa di bawah holding BUMN finansial. Sedangkan Jiwasraya, rencananya akan dilikuidasi setelah restrukturisasi pemegang polis selesai dilakukan.
Pemindahan ini, bakal memberatkan ekuitas induk holding finansial BUMN yaitu Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI) karena liabilitas besar datang dari nasabah Jiwasraya. Untuk itu, pemerintah menganggarkan Rp 20 triliun untuk disuntikan kepada BPUI melalui penyertaan modal negara (PMN). Ekuitas Jiwasraya per Juli 2020 sudah negatif Rp 37,6 triliun.
Kompyang mengatakan dalam rapat DPR Komisi VI dengan Kementerian BUMN dan manajemen Jiwasraya pada Kamis 1 Oktober 2020 sore, disepakati tambahan PMN untuk BPUI menjadi Rp 22 triliun. PMN tersebut rencananya diberikan dalam dua tahap kepada BPUI. "Pertama pada 2021 sebesar Rp 12 triliun dan 2022 di angka Rp 10 triliun," ujarnya.
Dalam perkembangannya, Kementerian BUMN membuka peluang tidak melikuidasi Jiwasraya untuk mewadahi pemegang polis yang tidak ikut dalam program restrukturisasi ini. Namun, Kementerian BUMN bakal menawarkan opsi haircut alias pengurangan nilai pokok bagi yang ingin mencairkan dana investasinya lebih cepat.
Menanggapi soal skema restrukturisasi tersebut, salah satu nasabah Jiwasraya Machril keberatan jika Jiwasraya harus dibubarkan seperti yang sebelumnya direncanakan oleh Kementerian BUMN. Tapi, ia pun juga tidak mau jika nasabah yang memilih untuk tidak menjalankan restrukturisasi dan tetap ada di Jiwasraya, terkena pemotongan pokok simpanan nasabah.
"Kami nasabah Jiwasraya menentang pembubaran Jiwasraya yang merupakan kebanggaan rakyat Indonesia. Memang saat ini terjadi miss management, tapi bukan harus dibubarkan. Nasabah juga menolak haircut pokok," kata Machril kepada Katadata.co.id, Kamis (1/10).
Ekuitas Jiwasraya negatif hingga Rp 37,6 triliun per Juli 2020. Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman menilai, praktik manipulasi laporan keuangan atau window dressing 2008-2017 merupakan salah satu faktornya.
Kondisi keuangan Jiwasraya yang minus saat ini juga disebabkan adanya produk-produk asuransi dengan bunga pasti yang tinggi. Salah satunya, produk JS Saving Plan yang memiliki bunga pasti mulai dari 7% hingga 10% net per tahun.
"Sudah menjadi fakta, Jiwasraya sudah megap-megap sejak 2017. Saat itu juga sudah banyak nasabah yang mencium JS Saving Plan masuk dalam kategori ponzi," katanya lewat siaran pers, Rabu (30/9).
Skema Ponzi adalah modus investasi palsu yang membayarkan keuntungan kepada investor dari uang mereka sendiri atau uang yang dibayarkan oleh investor berikutnya. Ini bukan dari keuntungan yang diperoleh oleh individu atau organisasi yang menjalankan usaha.
Menurut Boyamin, manajemen Jiwasraya yang menjadi terdakwa kasus korupsi, menempatkan portofolio investasi Jiwasraya pada saham-saham berkualitas rendah. Investasi itu, baik secara langsung atau dibungkus dengan reksadana perusahaan milik terdakwa lainnya yakni Benny Tjokrosaputro dan Heru Hidayat.
Sementara aset likuid yang selama ini dimiliki Jiwasraya, telah habis karena tren pencairan klaim JS Saving Plan telah menunjukkan peningkatan yang signifikan sejak awal 2017. Akibatnya, manajemen Jiwasraya sudah tidak memiliki aset yang likuid untuk menutup klaim yang besar saat nasabah ingin mencairkan dana investasinya.
Setelah tidak memiliki aset yang likuid itu lah yang menyebabkan Jiwasraya mengumumkan gagal bayar dalam surat bertanggal 15 Oktober 2018 kepada nasabah. Saat itu yang menjabat sebagai Direktur Utama asuransi milik pemerintah adalah Asmawi Syam.