Erick Thohir Tantang Inalum Pasca Akuisisi 20% Saham Vale

ANTARA FOTO?REUTERS/Yusuf Ahmad/File Ph
Yusuf Ahmad/File Photo Truk-truk membawa bijih nikel mentah di dekat Sorowako, Sulawesi, Indonesia, 8 Januari 2014.
Penulis: Ihya Ulum Aldin
8/10/2020, 15.01 WIB

PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum), induk usaha BUMN tambang, baru saja menuntaskan transaksi pembelian 20% saham PT Vale Indonesia Tbk (INCO).  Ini merupakan bagian dari kewajiban divestasi Vale sesuai Amendemen Kontrak Karya 17 Oktober 2014 yang ditandatangani Vale dan Pemerintah Republik Indonesia.

Vale merupakan perusahaan tambang nikel, komoditas yang sumber dayanya sangat besar di Indonesia. Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengatakan Indonesia merupakan produsen dan eksportir nikel terbesar dunia karena menguasai 27% kebutuhan pasar global.

Sejak 1 Januari 2020, pemerintah mengeluarkan kebijakan pelarangan ekspor bijih nikel. Lantas apa rencana pemerintah, setelah menugaskan Inalum atau Mining Industry Indonesia (MIND ID) mengakuisisi Vale Indonesia di tengah pelarangan ekspor bijih nikel?

Dengan rampungnya proses akuisisi Vale Indonesia, Erick menantang Inalum untuk melakukan inovasi dan restrukturisasi model bisnis dalam industri ini. Apalagi, dengan mulai tren kendaraan listik, kebutuhan pengembangan produk turunan nikel menjadi penting. Nikel merupakan bahan baku utama pembuatan baterai kendaraan listrik.

Untuk itu, Ia mendorong program hilirisasi industri pertambangan nasional agar memiliki peran strategis terutama dalam industri nikel global. "Bagus untuk memperkuat value chain di Indonesia, serta pengembangan industri baterai untuk mobil listrik sebagai bagian proses transformasi sistem energi," ujar Erick melalui rilis, Kamis (8/10).

Pembelian saham Vale Indonesia ini memang sesuai dengan mandat BUMN mengelola cadangan mineral strategis, termasuk tambang nikel. Namun, hilirisasi industri pertambangan juga sangat penting, karena akan menghasilkan produk domestik nilai ekonomis hingga 4-5 kali lipat lebih tinggi dari produk hulu.

Dengan menjadi pemegang saham terbesar kedua, Inalum akhirnya memiliki akses strategis untuk mengamankan pasokan bahan baku untuk industri hilir nikel Indonesia. Baik untuk hilirisasi industri nikel menjadi stainless steel, maupun menjadi baterai kendaraan listrik.

Direktur Utama Inalum Orias Petrus Moedak mengatakan akuisisi ini memang menjadi langkah Indonesia mengamankan pasokan bahan baku nikel. Menurutnya, komoditas ini bisa menjadi sumber daya strategis dan penting bagi dunia karena pemanfaatannya untuk menjadi baterai kendaraan listrik.

"Kerja sama Inalum dan Vale Indonesia akan menjadi sinergi yang saling menguntungkan dan saling melengkapi untuk memajukan industri pertambangan," kata Orias dalam rilis.

Inalum yang 100% sahamnya dimiliki pemerintah itu juga berencana membangun pabrik baterai lithium-ion di dekat dua tambang nikel milik PT Aneka Tambang Tbk (Antam) di Halmahera Timur dan di Sulawesi Tenggara. Pembangunan pabrik itu agar Indonesia bisa berkompetisi di pasar baterai kendaraan listrik dunia yang saat ini sebesar 27,9% dikuasai Tiongkok.

Inalum pun akan fokus terhadap nikel sebagai core business dengan membangun ekosistem pengembangan industri jenis mineral ini, demi hilirisasi produk dalam negeri serta membuka peluang untuk bekerja sama.

Sayangnya, Inalum belum mau membagi perkiraan kontribusi Vale Indonesia terhadap pendapatan Inalum dengan rampungnya akuisisi ini. "Terkait kontribusi pasti ada. Namun jumlahnya tergantung kinerja dan untuk proyeksi tidak dapat dibuka karena Vale Indonesia perusahaan publik," kata Senior Vice President Corporate Secretary Inalum Rendi Witular.

Adapun, proses akuisisi 20% saham Vale Indonesia oleh Inalum dilakukan pada Rabu (7/10). Nilai penjualan dan pengalihan 20% (1,98 miliar) saham Vale ini sebesar Rp 5,52 triliun, atau Rp 2.780 per saham. Adapun harga saham Vale yang diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia pada 7 Oktober 2020 tercatat Rp 3.440 per saham.

Total 20% saham yang dijual dan dialihkan kepada Inalum masing-masing terdiri dari 14,9% milik Vale Canada Limited (VLC) dan 5,1% milik Sumitomo Metal Mining Co., Ltd. (SMM). Setelah transaksi ini, porsi kepemilikan VCL di Vale Indonesia 44,3% dan SMM 15,0%.

Kinerja Vale Semester I-2020

Di tengah banyaknya tantangan bisnis imbas pandemi Covid-19, kinerja Vale Indonesia masih bisa tumbuh. Sepanjang semester I tahun ini, produksi nikel dalam matte Vale mencapai 36.315 ton, naik 18% dibandingkan produksi pada periode yang sama tahun lalu 30.711 ton. 

“Dengan pencapaian ini kami yakin dapat mempertahankan tingkat produksi kami pada tahun 2020,” ujar Nico seperti dikutip dari keterbukaan informasi, Juli lalu.

Tahun ini, Vale menargetkan produksi tidak jauh berbeda daripada realisasi produksi tahun lalu. Adapun, INCO mencatatkan volume produksi sepanjang 2019 sebesar 71.025 ton, turun 5% dari capaian produksi 2018 sebesar 74.806 ton. Dengan capaian semester I, artinya dalam enam bulan Vale sudah merealisasikan 51% dari target tahun ini.