Tiga bank BUMN sepakat menggabungkan anak usaha bank syariah masing-masing menjadi satu entitas. PT Bank Syariah Mandiri dan PT BNI Syariah akan melebur ke PT BRI Syariah Tbk (BRIS) sebagai entitas penerima.
Wakil Direktur Bank Mandiri Hery Gunardi mengungkapkan alasan BRI Syariah menjadi entitas yang menerima penggabungan karena anak usaha PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) ini merupakan satu-satunya bank syariah BUMN yang melantai di pasar modal.
BRI Syariah mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia (BEI) atau initial public offering (IPO) pada 9 Mei 2018 lalu. Saat itu BRI Syariah melepas 2,62 miliar unit saham baru ke publik dan mampu meraup dana Rp 1,34 triliun dari IPO tersebut.
"Survival dan cangkangnya kami pakai BRI Syariah. Jadi, untuk proses menggabungkan nanti, proses legal merger itu lebih mudah," kata Hery, saat mengumumkan kesepakatan merger ini, Senin (13/10).
Meski begitu, dia belum bisa menjelaskan detail skema yang akan digunakan dalam proses merger ini. Saat ini 73% saham BRI Syariah dimiliki oleh induk usahanya, yakni BRI. Kemudian 8,53% dimiliki DPLK BRI Saham Syariah dan sisanya dipegang oleh masyarakat sebanyak 18,47%.
"Pemegang saham BNI Syariah dan Bank Syariah Mandiri akan menjadi pemegang saham entitas yang menerima penggabungan," seperti dikutip dalam keterbukaan informasi BRI Syariah (13/10).
Analis Pilarmas Investindo Sekuritas Okie Ardiastama mengatakan peluang dari proses akusisi tersebut melalui penerbitan saham baru atau rights issue cukup besar. Jika opsi ini yang menjadi pilihan dalam proses merger, tentu likuiditas BRI Syariah akan menjadi menarik bagi pelaku pasar.
"Jumlah saham beredar BRI Syariah dapat lebih besar," ujarnya kepada Katadata.co.id, Rabu (14/10).
Jika dilihat dari modal intinya, BRI Syariah memang lebih kecil dari dua bank lainnya. Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), total modal inti dari ketiga bank ini mencapai Rp 19,7 triliun per Juni 2020. Porsi BRI Syariah hanya 25,7%, BNI Syariah 26,3%, dan yang paling besar Bank Syariah Mandiri 47,9%.
Kemungkinan melakukan penambahan saham akan dilakukan dengan terlebih dahulu meminta persetujuan pemegang saham. Kebetulan, sehari setelah menyatakan akan menjadi entitas penerima merger, BRI Syariah mengumumkan rencana Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB). Rencananya RUPSLB akan digelar pada 5 November 2020.
Menurut Senior Vice President Research Kanaka Hita Solvera Janson Nasrial, opsi yang paling mungkin dilakukan dalam skema merger ini adalah rights issue. BRI Syariah akan menerbitkan saham baru yang akan diserap oleh Bank Mandiri dan BNI.
"Tapi kemungkinan besar pemegang saham BRI Syariah (saat ini) akan terdilusi oleh Bank Mandiri dan BNI," ujarnya kepada Katadata.co.id, Selasa (13/10).
Saat ini total aset dan laba BRI Syariah merupakan yang paling kecil di antara ketiga bank yang akan di-merger. Dengan kondisi ini, pemegang saham BRI Syariah akan mendapat porsi saham paling kecil dibandingkan Bank Mandiri dan BNI.
Saat ini proses merger memang baru berada pada tahap awal, yaitu penandatanganan perjanjian penggabungan bersyarat (Conditional Merger Agreement/CMA). Mengenai skema rencana merger akan disampaikan ke publik sekitar 20 Oktober 2020 mendatang.
Setelah itu, proses merger ini akan masuk ke tahap perizinan kepada regulator yang dalam hal ini Otoritas Jasa Keuangan (OJK), baik bidang pasar modal maupun perbankan. Sehingga diharapkan pada Februari 2021 mendatang, sudah bisa terjadi legal merger.
Menurut Hery, setelah merger bank syariah ini akan memiliki produk dari pembiayaan kepada sektor konsumer, retail, usaha mikro, kecil, dan menengah, dan juga bisnis wholesale. Diharapkan dengan merger ini, bank syariah baru akan mampu mendapat dukungan kemampuan teknologi yang baik dan andal. Terlebih, total kantor cabang yang tersebar mencapai 1.200 cabang di seluruh Indonesia.
Jadi Bank Syariah Terbesar
BRI Syariah sebagai entitas penerima merger tiga bank BUMN syariah ini akan menjadi bank syariah terbesar di Indonesia. Hasil merger tersebut berpotensi besar menempati posisi nomor 7 atau 8 sebagai bank dengan aset terbesar di dalam negeri.
"Kalau nanti bank ini selesai proses hukum mergernya di triwulan I-2021, akan memiliki total aset sekitar Rp 220-225 triliun," kata Wakil Direktur Utama Bank Mandiri Hery Gunardi dalam konferensi pers, Selasa (13/10).
Sebagai gambaran, bank dengan aset terbesar di Indonesia saat ini adalah PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI). Di bawahnya berurut-turut adalah Bank Mandiri, Bank Central Asia (BCA), Bank Negara Indonesia (BNI), Bank Tabungan Negara (BTN), dan Bank CIMB Niaga. Sedangkan peringkat ke-7 Bank OCBC NISP dengan total aset Rp 182 triliun per akhir Juni 2020.
Sementara itu, total aset merger bank BUMN syariah yang nama barunya belum diputuskan tersebut diproyeksi mencapai Rp 390 triliun pada 2025 mendatang. Target lainnya adalah pembiayaan yang disalurkan diproyeksi mencapai Rp 272 triliun dan pendanaan sekitar Rp 335 triliun pada 2025.
Selain tiga bank yang sedang berproses bergabung, masih ada satu bank pelat merah yang juga memiliki bisnis syariah, yakni PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN). "BTN kan belum punya anak perusahaan syariah, baru unit usaha syariah," kata Direktur Keuangan dan Treasuri BTN Nixon Napitupulu kepada Katadata.co.id, Senin (11/10).
Untuk bergabung dengan BRI Syariah, BTN perlu melepas (spin off) unit usahanya ini terlebih dahulu. Mengacu arahan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), pelepasan unit usaha syariah BTN ini rencananya terealisasi pada 2023.
Masuknya BTN Syariah tentunya akan menambah besar otot BRI Syariah. Total asset BTN Syariah per Juni 2020 tercatat Rp 31,09 triliun. Jika penggabungan dilakukan saat ini, total asset BRI Syariah atau bank hasil merger akan mencapai Rp 244,98 triliun.
Ketua Bidang Pengkajian dan Pengembangan Perbanas Aviliani bahkan menyarankan merger bank syariah milik pemerintah ini lebih baik melibatkan Bank Muamalat. Selain bisa memperkuat bank hasil merger, ini juga bisa menjadi salah satu jalan keluar penyelamatan Bank Muamalat dari tekanan keuangan. Rasio pembiayaan seret (non performing financing/NPF) tinggi, sedangkan permodalan semakin menipis.
Dengan skema merger, tidak perlu ada pembelian saham Bank Muamalat dari pemiliknya saat ini yang salah satunya Islamic Development Bank. "Tinggal dibagi saja sahamnya (pemilik Bank Muamalat) tinggal berapa di bank syariah hasil merger. Saya rasa itu bisa menjadi salah satu jalan keluar yang bagus," kata Aviliani.
Berdasarkan laporan keuangan bulanan yang dilaporkan ke OJK, Bank Muamalat tercatat memiliki total aset Rp 48,56 triliun per Agustus 2020. Dengan tambahan Bank Syariah pertama di Indonesia ini, bank merger BUMN syariah akan memiliki total aset Rp 293 triliun.