PT Astra International Tbk (ASII) mampu membukukan laba bersih senilai Rp 14,03 triliun hingga triwulan III 2020. Laba bersih tersebut tercatat turun 12% dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang senilai Rp 15,86 triliun. Total laba ini sudah termasuk keuntungan dari penjualan PT Bank Permata Tbk (BNLI).
Dalam laporan keuangan Astra International dijelaskan, jika tidak memasukkan keuntungan atas penjualan Bank Permata, laba bersih perusahaan hanya Rp 8,15 triliun. Artinya, laba bersih Astra sebenarnya turun hingga 49% secara tahunan.
Presiden Direktur Astra International Djony Bunarto Tjondro menjelaskan keseluruhan kinerja Grup Astra selama sembilan bulan pertama 2020, lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Penurunan itu, utamanya disebabkan pandemi Covid-19.
"Meskipun kinerja grup pada kuartal ketiga menunjukkan beberapa perbaikan dibandingkan dengan kinerja pada kuartal kedua karena sebagian pembatasan terkait pandemi mulai dilonggarkan," kata Djony dalam siaran pers, Senin (26/10).
Ia mengatakan pandemi dan langkah-langkah yang diambil untuk mengendalikan dampaknya, diperkirakan masih akan berlanjut untuk beberapa waktu mendatang. Karena itu, masih akan mempengaruhi kinerja Astra secara grup hingga akhir tahun ini.
Djony mengakui penurunan laba bersih Astra ini terutama karena penurunan kinerja divisi otomotif, alat berat dan pertambangan, dan jasa keuangan. Seluruh sektor tersebut turun disebabkan oleh dampak pandemi Covid-19 dan penerapan langkah-langkah penanggulangannya, serta penurunan harga batu bara.
Divisi otomotif Astra hingga triwulan III 2020 ini hanya mampu menyumbang laba bersih senilai Rp 1,79 triliun, anjlok hingga 70% dibandingkan dengan periode sama tahun lalu Rp 6,06 triliun. Hal ini mencerminkan penurunan volume penjualan yang signifikan.
Meski begitu, laba bersihnya anjlok, segmen otomotif Astra akhirnya kembali mencatatkan keuntungan setelah mengalami kerugian bersih pada kuartal kedua. Kenaikan volume penjualan menyusul pelonggaran penerapan langkah-langkah penanggulangan pandemi yang menyebabkan sehingga membuka kembali pabrik dan dealer Astra.
Penjualan mobil Astra hingga September 2020 menurun 51% menjadi 192.400 unit, dengan pangsa pasar stabil sebesar 52%. Sementara, berdasarkan data Gaikindo, penjualan mobil secara nasional memang turun 51% menjadi 372.000 unit hingga triwulan III 2020.
Dari penjualan kendaraan roda dua, Astra juga membukukan penurunan penjualan meski tidak sedalam roda empat dan industri. Penjualan sepeda motor Honda, menurun 38% menjadi 2,3 juta unit. Sementara, berdasarkan data Kementerian Perindustrian, penjualan sepeda motor secara nasional menurun 42% menjadi 2,9 juta unit.
Masih di bidang yang sama, penjualan komponen otomotif Astra mengalami laju negatif. Melalui kepemilikan 80% PT Astra Otoparts Tbk, perusahaan mencatatkan rugi bersih sebesar Rp 243 miliar dibandingkan laba bersih sebesar Rp512 miliar pada periode yang sama tahun lalu.
Hal ini terutama disebabkan oleh penurunan pendapatan dari segmen pabrikan (OEM/original equipment manufacturer), pasar suku cadang pengganti (REM/replacement market) dan segmen ekspor.
Segmen bisnis Astra lainnya yang membuat laba bersih Astra mengalami penurunan adalah alat berat, pertambangan, konstruksi, dan energi. Segmen bisnis ini secara total mampu menyumbang laba bersih senilai Rp 3,08 triliun, tapi capaian ini turun 40% dibandingkan dengan Rp 5,14 triliun.
"Terutama disebabkan oleh penjualan alat berat dan volume kontrak penambangan yang lebih rendah, akibat melemahnya harga batu bara," kata Djony menjelaskan.
PT United Tractors Tbk (UNTR) yang 59,5% sahamnya dimiliki Astra, melaporkan penurunan laba bersih sebesar 38% menjadi Rp 5,3 triliun pada triwulan III 2020. Penjualan alat berat Komatsu menurun 54% menjadi 1.191 unit dan pendapatan dari suku cadang dan jasa pemeliharaan juga menurun.
Bisnis kontraktor penambangan, PT Pamapersada Nusantara (PAMA), mencatat penurunan volume pengupasan lapisan tanah (overburden removal) sebesar 16% menjadi 631 juta bank cubic metres. Selain itu, terjadi penurunan produksi batu bara sebesar 12% menjadi 85 juta ton.
Sektor lain yang mengalami penurunan laba bersih pada bisnis Astra adalah jasa keuangan. Laba bersih sektor bisnis ini hanya Rp 2,75 triliun atau turun 36% dibandingkan Rp 4,3 triliun. "Terutama disebabkan oleh peningkatan provisi guna menutupi peningkatan kerugian kredit bermasalah pada bisnis pembiayaan konsumen dan alat berat," kata Djony.
Dalam sektor keuangan, bisnis pembiayaan konsumen Astra mengalami penurunan nilai pembiayaan baru sebesar 21% menjadi Rp50,7 triliun. Kontribusi laba bersih dari perusahaan yang fokus pada pembiayaan mobil menurun 39% menjadi Rp 669 miliar.
Sementara kontribusi laba bersih dari PT Federal International Finance (FIF) yang fokus pada pembiayaan sepeda motor, menurun 37% menjadi Rp 1,2 triliun. Kedua penurunan tersebut disebabkan oleh provisi kerugian pinjaman yang lebih tinggi, karena peningkatan kredit bermasalah.
Total pembiayaan baru yang disalurkan oleh unit usaha Astra yang fokus pada pembiayaan alat berat turun sebesar 15% menjadi Rp2,7 triliun. Kontribusi laba bersih dari segmen ini menurun 54% menjadi Rp 35 miliar.
Selain itu, perusahaan asuransi umum PT Asuransi Astra Buana mencatat penurunan laba bersih sebesar 3% menjadi Rp785 miliar, disebabkan penurunan underwriting income.
Perusahaan patungan asuransi jiwa, PT Astra Aviva Life (Astra Life) menambah lebih dari 1.012.000 nasabah baru asuransi jiwa perorangan dan 55.000 nasabah baru asuransi program kesejahteraan karyawan selama periode ini.