Memasuki Maret 2021, harga saham emiten otomotif bergerak kompak menguat. Kenaikan ini sejalan dengan insentif potongan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) untuk mobil 0% yang mulai berlaku awal bulan ini.
Saham PT Astra International Tbk (ASII) bergerak naik 2,78% menjadi Rp 5.550 per saham pada sesi pertama, Senin (1/3). Begitu juga saham PT Indomobil Sukses Internasional Tbk (IMAS) yang tercatat mengalami kenaikan 2,63% menjadi Rp 1.365 per saham.
Anak usaha masing-masing emiten tersebut yang menjual suku cadang, seperti PT Astra Otoparts Tbk (AUTO) juga ikut menguat 2,38% menjadi Rp 1.075 per saham. Lalu, PT Indomobil Multi Jasa Tbk (IMJS) juga naik 1,72% menjadi Rp 354 per saham.
Produsen ban PT Multistrada Arah Sarana Tbk (MASA) menjadi emiten otomotif dengan kenaikan harga saham paling tinggi. Saham perusahaan ini naik 6,64% menjadi Rp 1.365 hingga penutupan perdagangan sesi 1 hari ini.
Sambutan investor di pasar saham ini, sejalan dengan optimisme pelaku industri otomotif. Seperti Astra, yang secara umum menilai kebijakan tersebut bakal berdampak positif. Untuk itu, Astra menyambut karena bisa menjadi stimulus yang mendorong penjualan mobil.
Head of Investor Relations Astra International Tira Ardianti mengatakan kebijakan itu akan berdampak pada penjualan kendaraan roda empat Astra. "Tapi, dampaknya masih perlu kami kalkulasi dulu. Sebab, kan baru efektif ya," kata Tira kepada Katadata.co.id, Senin (1/3).
Berkaca pada proyeksi Gaikindo tahun ini, penjualan mobil diprediksi menembus 750 ribu unit atau meningkat 40% dari realisasi 2020. Namun, dengan adanya intensif PPnBM ini, diharapkan akan ada penambahan penjualan sekitar 82 ribu unit di 2021.
Dari proyeksi Gaikindo tersebut, Astra menargetkan pangsa pasar sebesar 50%. Capaian 2020 lalu, pangsa pasar roda empat Astra memang ada di sekitar 50% dengan total penjualan mencapai 270 ribu unit mobil. "Targetnya demikian, kami berusaha mempertahankan 50% pangsa pasar pada 2021," kata Tira.
Analis Kiwoom Sekuritas Sukarno Alatas menilai, relaksasi PPnBM ini diharapkan dapat meningkatkan minat beli masyarakat terhadap kendaraan roda empat. Namun, di tengah kondisi ekonomi yang lesu akibat pandemi Covid-19, relaksasi itu belum berpengaruh besar pada industri.
"Pengaruhnya sepertinya tidak terlalu besar karena kondisi sekarang belum pulih. Paling tidak, (relaksasi) mengurangi penurunan (penjualan) yang sangat dalam dibandingkan tahun sebelumnya," kata Sukarno.
Kebijakan ini sebenarnya sempat ditolak oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani pada akhir tahun lalu, tapi kali ini berbeda. Ia menjelaskan alasan menetapkan PPnBM menjadi nol persen untuk mobil baru karena industri otomotif merupakan sektor yang penting.
"Tidak hanya dari sisi pekerjaan, tapi juga ekspor dan yang lain -lain," kata Sri Mulyani dalam wawancara khusus kepada Katadata.co.id, Minggu (14/2).
Sri menilai menggerakkan industri otomotif ini penting sehingga permintaan masyarakat perlu didorong dengan berbagai kebijakan. Sehingga pemerintah pun menetapkan syarat pembebasan PPnBm hanya untuk mobil yang memiliki konten lokal tinggi.
Relaksasi ini dituangkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 20/PMK.010/2021 tentang Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas Penyerahan Barang Kena Pajak yang Tergolong Barang Mewah Berupa Kendaraan Bermotor Tertentu yang Ditanggung Pemerintah Tahun Anggaran 2021.
"Diskon PPnBM mobil baru ini untuk jenis sedan atau station wagon dengan motor bakar cetus api atau nyala kompresi (diesel atau semi diesel) dengan kapasitas isi silinder sampai 1.500 cc," demikian dikutip dari aturan tersebut, di Jakarta, Sabtu (27/2/2021).
Relaksasi PPnBM juga berlaku untuk kendaraan bermotor pengangkutan kurang dari 10 orang, termasuk pengemudi. Selain itu, relaksasi PPnBM ini berlaku jika jumlah penggunaan komponen lokal dalam kendaraan bermotor minimal 70%.
Keringanan PPnBM diberikan dalam tiga tahap yakni Maret-Mei PPnBM ditetapkan sebesar 0%, Juni-Agustus 50% dari tarif yang berlaku, September-November 25% dari tarif yang berlaku.