PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk mengumumkan penundaan pembayaran kupon atas sukuk global dengan nilai pokok US$ 500. Kebijakan ini dilakukan di tengah sulitnya kondisi keuangan maskapai pelat merah tersebut.
"Penggunaan hak masa tenggang atau grace period selama 14 hari untuk pemenuhan pembayaran jumlah pembagian berkala (kupon sukuk) yang jatuh tempo pada 3 Juni 2021," ujar Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko Garuda Indonesia Prasetio dalam keterangan tertulis yang diperoleh Katadata.co.id, Jumat (4/6).
Ketentuan pembayaran kupon sukuk itu mengacu pada persetujuan pemegang sukuk sepakat atas perpanjangan masa pelunasan pokok sukuk sebesar US$ 500 juta Trust Certificate Garuda Indonesia Global Sukuk Limited. Perpanjangan dilakukan selama tiga tahun dari waktu jatuh tempo yang semula pada 3 Juni 2020.
Menurut Prasetio, emiten berkode saham GIAA itu sedang menghadapi tekanan kinerja seiring kondisi industri penerbangan yang melesu, imbas situasi pandemi Covid-19. Hal itu tentu berimplikasi terhadap tren penurunan trafik penumpang yang merupakan aspek krusial dari kinerja perusahaan.
"Kinerja usaha juga semakin memburuk saat trafik penumpang menurun pada periode peak season Lebaran, seiring kebijakan peniadaan mudik yang diberlakukan selama dua tahun berturut-turut," katanya.
Menyikapi tantangan tersebut, Perusahaan terus melakukan berbagai langkah strategis untuk memulihkan kinerja melalui upaya rasionalisasi rute penerbangan, restrukturisasi utang hingga negosiasi dengan lessor pesawat.
Sebelumnya, perusahaan penerbangan milik negara itu menerbitkan Garuda Global Sukuk Limited Trust Certificate pada 2015 dengan nilai pokok US$ 500 juta. Sebagian besar dana hasil penerbitan sukuk dipakai untuk membayar kembali (refinancing) utang. Awalnya, sukuk ini jatuh tempo pada 3 Juni 2020.
Di tengah pandemi Covid-19 yang membuat industri penerbangan melesu sejak Maret 2020, Garuda melakukan negoisasi untuk memperpanjang jatuh tempo sukuk global tersebut. Pemegang sukuk pun setuju untuk memperpanjang masa pelunasan sukuk global itu selama tiga tahun.
“Persetujuan suara yang diberikan adalah 90,88% atau sebesar US$ 454,39 juta dari seluruh pokok sukuk,” kata Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra melalui keterangan tertulis yang diterima Katadata.co.id pada Juni 2020 lalu.
Saat itu, Irfan mengatakan, relaksasi pelunasan sukuk ini bisa menjadi langkah awal untuk memulihkan lagi kinerja Garuda Indonesia setelah terpukul pandemi covid-19. Ia pun mengucapkan terima kasih kepada para pemegang sukuk yang menurutnya telah mendukung masa depan bisnis maskapai BUMN ini.
Kondisi keuangan Garuda Indonesia memang terpuruk selama pandemi covid-19 karena pembatasan perjalanan yang diterapkan pemerintah. Ditambah lagi perjalanan ibadah umrah dan haji yang biasanya bisa mendorong kinerjanya kembali dibatasi oleh pemerintah Arab Saudi.
Utang Garuda sejatinya bukan hanya itu, tetapi utang kepada lessor pesawat. Untuk itu manajemen Garuda saat ini berupaya memitigasi risiko terlilit utang, salah satunya bernegosiasi dengan lessor pesawat terkait pelunasan pembayaran kewajiban.
"Perusahaan telah dan terus melakukan upaya-upaya dalam rangka memastikan risiko solvabilitas dapat dimitigasi dengan sebaik-baiknya," ujar manajemen Garuda Indonesia dalam keterangan tertulisnya.
Selain itu, Garuda juga melakukan negosiasi terkait langkah restrukturisasi pinjaman perbankan dan lembaga keuangan lainnya, termasuk terhadap Badan Usaha Milik Negara (BUMN) serta mitra usaha lainnya.