PT Waskita Karya Tbk (WSKT) memperoleh persetujuan dari tujuh kreditur perbankan untuk merestrukturisasi utang senilai Rp 21,9 triliun. Jumlah ini merupakan 75% dari total utang Waskita yang akan diajukan penangguhan, yakni senilai Rp 29 triliun
Ketujuh kreditur yang terlibat dalam restrukturisasi utang perusahaan konstruksi pelat merah tersebut meliputi, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BNI) yang bertindak sebagai leading bank. Kemudian, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BRI), PT Bank BTPN Tbk, PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI), Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat (BPD Jabar), dan Bank DKI.
Kesepakatan antara perusahaan pelat merah dan tujuh kreditur ini disahkan melalui Perjanjian Restrukturisasi Induk atau Master Restructuring Agreement (MRA) yang ditandatangani Direktur Utama Waskita Karya Destiawan Soewardjono dengan Direktur Utama dan Direksi dari tujuh kreditur di Mandiri Club, Jakarta, Rabu (25/8). Penandatanganan perjanjian itu juga disaksikan Wakil Menteri Kementerian BUMN Kartika Wirjoatmodjo.
Perjanjian restrukturisasi diharapkan dapat memulihkan kondisi keuangan BUMN yang bergerak di sektor infrastruktur tersebut. Selain itu, persetujuan restrukturisasi juga dinilai bisa membuat Waskita Karya melanjutkan transformasi sekaligus berkontribusi positif terhadap perekonomian nasional.
"Kami sangat mengapresiasi koordinasi dan kerja sama yang telah dilakukan oleh semua pihak yang terlibat dalam mendukung pemulihan keuangan dan transformasi dari Waskita Karya,” ujar Kartika yang akrab disapa Tiko, dalam sambutan acara tersebut.
Ia menambahkan, restrukturisasi keuangan Waskita Karya harus diikuti perbaikan fundamental perusahaan dengan melakukan transformasi bisnis yang berorientasi pada pertumbuhan berkelanjutan. Dengan demikian, momentum perjanjian restrukturisasi ini tidak hanya mempercepat pemulihan pada Waskita Karya saja.
"Tapi juga bisa mendorong Waskita Karya memberikan kontribusi positif pada perekonomian nasional yang tengah berusaha bangkit dari dampak pandemi Covid-19," ujar Tiko.
Direktur Utama Waskita Destiawan Soewardjono mengatakan, momen pemulihan keuangan tersebut langsung direspons Waskita Karya dengan meluncurkan program transformasi bisnis yang mengusung tiga pilar, yakni inovasi dan portofolio, portfolio & innovation, lean, dan digital.
“Saat ini, Waskita Karya dalam proses melakukan transformasi secara total dari segi operasional sampai dengan keuangan,” kata Destiawan.
Direktur Utama BRI Sunarso sebagai perwakilan kreditur menilai kesepakatan ini penting dilakukan mengingat Waskita Karya harus terus melanjutkan operasionalnya dengan baik. Dengan demikian, BRI yang juga milik pemerintah, mendukung perbaikan kinerja keuangannya.
“Kami memahami, bahwa Waskita Karya juga telah berkomitmen untuk melakukan transformasi bisnis, transformasi keuangan, termasuk mendivestasi aset-aset jalan tolnya,” katanya.
Sunarso mengatakan, penandatanganan MRA ini dapat menjadi momentum positif bagi kreditur lain agar turut serta dalam program perbaikan kinerja keuangan Waskita Karya yang pada akhirnya dapat memperbaiki kondisi portfolio semua kreditur.
Upaya pemulihan kondisi keuangan Waskita Karya muncul seiring dengan tekanan yang dialami emiten berkode WSKT ini sejak 2020. Hal ini disebabkan penurunan kinerja dan pendapatan bisnis konstruksi akibat pandemi Covid-19. Langkah-langkah ekstra diperlukan agar Waskita Karya dapat memenuhi kewajibannya kepada kreditur bank maupun vendor.
Untuk mengatasi kondisi tersebut, pemerintah melalui Kementerian BUMN selaku pemegang saham utama membentuk tim percepatan restrukturisasi Waskita Karya. Sementara, Waskita Karya menunjuk konsultan independen untuk membantu mengawal perusahaan menjalankan transformasi bisnis, transformasi keuangan, dan pengamanan legal.
Salah satu transformasi keuangan yang akan dilakukan Waskita Karya, antara lain pengaturan kembali portfolio jalan tol yang sedang atau akan dibangun Waskita demi membantu perusahaan dalam memulihkan kondisi keuangan sehingga menjadi lebih kuat secara fundamental.
Restrukturisasi jumbo ini sebelumnya juga pernah dilakukan oleh perusahaan milik pemerintah lainnya, PT Krakatau Steel (Persero) Tbk (KRAS) pada tahun lalu. Krakatau Steel telah menyelesaikan restrukturisasi utang sebesar US$ 2 miliar atau sekitar Rp 27 triliun di 10 bank nasional. Restrukturisasi utang ini disebut-sebut sebagai yang terbesar yang pernah terjadi di Indonesia.
Kesepakatan restrukturisasi telah ditandatangani oleh ke-10 bank secara bertahap pada periode 30 September 2019 sampai 12 Januari 2020. Bank yang dimaksud yakni Bank Mandiri, Bank Negara Indonesia (BNI), Bank Rakyat Indonesia (BRI), ICBC Indonesia, Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI), Bank Central Asia (BCA), Bank DBS Indonesia, Bank OCBC NISP, Standard Chartered Bank, dan CIMB Niaga.