Kerja Keras Krakatau Steel Lunasi Utang Sejak Lahir

PT. Krakatau Steel
PT Krakatau Steel (Persero) Tbk mencatatkan rekor produksi bulanan baja lembaran dingin atau baja Cold Rolled Coil (CRC) yang merupakan rekor produksi terbanyak sepanjang sejarah pabrik Cold Rolling Mill (CRM) berdiri yaitu sebanyak 81.342 ton di penutupan produksi CRC pada 31 Oktober 2021. Rekor tertinggi sebelumnya dilakukan Krakatau Steel di bulan Juli 2008 untuk produk baja CRC dengan pencapaian sebesar 80.032 ton.
30/11/2021, 11.45 WIB

Akhir tahun ini PT Krakatau Steel akan melakukan divestasi dan menerbitkan saham baru untuk memperbaiki struktur permodalan perusahaan. Saham anyar tersebut akan ditawarkan lewat sistem Hak Membeli Efek Terlebih Dahulu (HMETD) atau rights issue sebanyak US$ 200 juta, setara Rp 2,83 triliun.

Rencananya, dana dari rights issue ini digunakan untuk menyicil utang perusahaan pada akhir 2021 ini. Tahun depan, emiten dengan kode saham KRAS tersebut juga akan membayar utang sebesar US$ 500 juta.

Di samping itu, Krakatau Steel berencana merampingkan perusahaan dengan divestasi. Sebanyak 40 % kepemilikan aset perusahaan bakal dilepas kepada mitra strategis akhir tahun ini. Direktur Utama Krakatau Steel, Silmy Karim menyatakan sudah ada dua mitra strategis, yakni Indonesia Investment Authority (INA) dan Perusahaan Pengelolaan Aset (PPA). Proses pelepasan aset ini dalam tahap finalisasi.

Aset yang akan dilepas oleh KRAS adalah Krakatau Sarana Infrastruktur (KSI), sebuah perusahaan yang bergerak di real estate dan perhotelan. KSI sendiri merupakan gabungan dari tiga anak usaha KRAS yang lain, yaitu PT Krakatau Industrial Estate Cilegon, PT Krakatau Tirta Industri, PT Krakatau Daya Listrik, dan Krakatau Port and Logistic.

Tidak hanya KSI, Krakatau Steel juga akan melepas kepemilikan sebagian aset subholding Krakatau Baja Konstruksi (KBK) dan beberapa aset lainnya pada 2022. KBK adalah gabungan dari tiga anak usaha KRAS yaitu PT Krakatau Wajatama, PT KHI Pipe Industries, dan PT Krakatau Global Trading. Dilansir dari laporan keuangan perusahan, KBK adalah perusahaan yang bergerak di bidang perdagangan serta manufaktur baja profil, tulangan, dan baja pipa.

“Krakatau Steel akan menjadi satu holding company yang sangat ramping. Fokus utamanya adalah bisnis baja dan infrastruktur (kawasan industri),” kata Silmy pada paparan publik perusahaan, Selasa (23/11).

Asal-Muasal Utang Krakatau Steel

Menurut catatan Richard Borsuk & Nancy Chng dalam Liem Sioe Liong dan Salim Group: Pilar Bisnis Soeharto (2016: 203), yang dilansir dari Tirto.id, Krakatau Steel sudah mulai merugi sejak awal didirikan. Dari Januari 1977 hingga Juni 1980 saja, KRAS tekor hingga Rp 250 miliar. Hal ini disebabkan tingginya biaya produksi. 

Bahkan, dalam delapan tahun terakhir perusahaan masih kerap mencatatkan kerugian. Meskipun berbagai upaya sudah ditempuh, hingga laporan keuangan kuartal ketiga tahun ini, Krakatau Steel masih mencatatkan utang usaha sebesar US$ 277 juta atau sekitar Rp 3,9 triliun. Angka ini meningkat 72,4 % dibandingkan dengan utang per 31 Desember 2020 yang berjumlah US$ 161 juta atau Rp 2,2 triliun.

Utang terbesar berasal dari pihak ketiga sebesar US$ 176,4 juta atau Rp 2,5 triliun, kemudian utang dengan pihak berelasi sebesar US$ 95 juta atau Rp 1,3 triliun, sedangkan utang kepada pemerintah sebesar US$ 6,3 juta atau Rp 90,7 miliar.

Adapun per Agustus 2021, perusahaan ini mencatatkan laba bersih Rp 800 miliar. Laba ini meningkat 54 % dibandingkan periode yang sama tahun 2020 yakni Rp 362,5 miliar. Begitu juga dengan pendapatan EBITDA (sebelum bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi) Krakatau Steel pada Agustus 2021 yang mencapai Rp 1,6 triliun, naik 2,2 kali dibandingkan periode tahun lalu sebesar Rp 696 miliar.

Naiknya pendapatan dan laba ini disokong oleh meningkatnya produktivitas Krakatau Steel. Hingga Agustus 2021, penjualan mencapai 1,27 juta ton, meningkat 31 % dibandingkan tahun lalu. Selain itu, Krakatau Steel berhasil menggenjot produksi hingga 1,3 juta ton, atau meningkat 45 % dari periode yang sama tahun lalu.

Krakatau Steel pun berhasil menurunkan biaya tetap (fixed cost) sebesar 16 % dan biaya variabel (variable cost) sebesar 8 %. Strategi efisiensi yang sudah diambil perusahaan sejak 2020 ini turut memotong biaya operasional hingga 41 %. Alhasil, salah satu cara yang ditempuh Krakatau Steel yaitu mengurangi jumlah karyawan hingga 62 %, dari 7.710 orang menjadi 2.929 orang.

krakatau steel (Arief Kamaludin | Katadata) 

Krakatau Steel, dari Soekarno ke Soeharto

Krakatau Steel lahir dari penandatanganan kontrak pembangunan pabrik baja di Cilegon antara Indonesia dan Tjaazpromex Pert dari Moskow pada 1960. Kemudian, pada 1962, ketika operasi Trikora pembebasan Irian Barat sedang ramai diperbincangkan, Soekarno meresmikan pembangunan pabrik yang disebut Proyek Baja Trikora. 

Proyek Baja Trikora sempat terlantar karena meletusnya Gerakan 30 September alias G30S di 1965. Kemudian, pada 1970, Presiden Soeharto menghidupkan proyek ini dan mengubah namanya menjadi PT Krakatau Steel dengan status perusahaan persero. Akhirnya pada 1975, dimulailah pembangunan PT Krakatau Steel tahap I dengan kapasitas produksi 500 ribu ton per tahun. 

Dilansir dari laman resmi perusahaan, kini Krakatau Steel mempunyai kapasitas produksi 3,15 juta ton per tahun. Produk utamanya antara lain Hot Rolled Coil, Cold Rolled Coil, dan Wire Rod. Dari anak perusahannya, Krakatau Steel membuat baja dengan spesifikasi tertentu seperti Spiral Pipe, Electrical Resistance Welding Pipe, Reinforcing Bars, dan Section Steel.

Selain itu, Krakatau Steel memiliki lima anak perusahaan dari kepemilikan langsung. Ada PT Krakatau Baja Konstruksi (KBK) yang bergerak di perdagangan dan manufaktur baja profil dan tulangan, serta baja pipa. Lalu PT Krakatau Sarana Infrastruktur (KSI) yang bergerak di bidang industri real estate dan perhotelan

Anak usaha lainnya yaitu PT Krakatau Engineering (KE) yang bergerak di bidang rekayasa dan konstruksi. Sementara PT Krakatau Information Technology (KITech) sebagai penyedia jasa teknologi informasi dan PT Meratus Jaya Iron & Steel (MJIS) bergerak di manufaktur besi dan baja.

Perusahaan baja ini melantai di Bursa Efek Indonesia sejak 10 November 2010 dengan kode KRAS. Kala itu, KRAS menebar 3,16 miliar sahamnya dengan harga Rp 850 per saham. RTI Business mencatat kepemilikan saham utama KRAS ada di tangan NKRI sebesar 80%, dan 20% di masyarakat publik. 

Pekan lalu (25/11), saham KRAS berada di harga Rp 515 per lembar, cenderung stabil dibandingkan hari sebelumnya. Namun apabila dibandingkan dengan satu tahun belakangan, saham ini menguat 39,19%. Saham ini sempat memerah pada enam bulan sebelumnya, yaitu turun di angka 16,26%.

Reporter: Amelia Yesidora