PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk mengajukan permohonan penundaan waktu pemungutan suara atau voting dalam proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) selama dua hari.
Semula waktu voting ditetapkan pada 15 Juni 2022 dan diajukan berubah menjadi 17 Juni 2022. Kendati demikian, agenda sidang pengumuman hasil PKPU, akan tetap berlangsung sesuai jadwal, yakni pada 20 Juni 2022.
Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra mengatakan, maskapai pelat merah ini akan memaksimalkan masa perpanjangan untuk memastikan bahwa proses pengambilan suara dapat berjalan lancar.
"Termasuk di dalamnya mengoptimalkan dan mematangkan beberapa tahapan administratif yang perlu difinalisasi," ujar Irfan dalam keterangan tertulis, dikutip Selasa (14/6).
Selain itu, penundaan waktu juga diajukan karena perusahaan ingin menyelaraskan berbagai pertimbangan dan saran dari pemangku kepentingan atas usulan proposal perdamaian yang disampaikan beberapa waktu lalu.
“Kami mengapresiasi dukungan dan pandangan konstruktif dari segenap pemangku kepentingan, utamanya kreditur yang telah memberi masukannya untuk proposal perdamaian yang telah kami ajukan," katanya.
Menurut dia, hal ini turut menunjukan Garuda Indonesia dan kreditur memiliki pandangan yang sama untuk memaksimalkan proses dan tahapan PKPU ini dalam menghasilkan kesepakatan bagi seluruh pihak.
"Kami memahami proses ini harus dijalani dengan seksama dan penuh kehati-hatian, mengingat keputusan yang akan diambil dalam voting sangat krusial dalam keseluruhan proses PKPU," ujar Irfan.
Sebelumnya, Tim Pengurus PKPU Garuda Indonesia telah menerbitkan Daftar Piutang Tetap (DPT) kreditur. Tim juga memaparkan proposal perdamaian, sebagai bagian dari tahapan proses PKPU.
Dalam proposal tersebut, maskapai pelat merah ini menyampaikan sejumlah usulan penyelesaian kewajiban usaha yang telah dikomunikasikan dengan kreditur. Sejumlah usulan penyelesaian kewajiban antara lain, terkait penyelesaian kewajiban melalui arus kas operasional, dan konversi nilai utang menjadi ekuitas.
Selain itu, perusahaan milik negara ini juga mengusulkan modifikasi ketentuan pembayaran baru jangka panjang dengan periode tenor tertentu, dan penawaran instrumen restrukturisasi, baik dalam bentuk surat utang baru maupun ekuitas.
"Skema restrukturisasi yang ditawarkan akan menyesuaikan dengan kelompok kreditur yang telah diklasifikasikan berdasarkan nilai kewajiban usaha maupun jenis entitas bisnis masing-masing kreditur," ujar Irfan dalam pesan singkat yang dikirim kepada Katadata.co.id, Kamis (9/6).
Terkait instrumen restrukturisasi, lanjutnya, Garuda akan menawarkan penyelesaian kewajiban melalui penerbitan surat utang baru dengan nilai total US$ 800 juta, serta ekuitas dengan nilai total US$ 330 juta.
Penawaran khususnya diajukan kepada kreditur lessor, finance lessor, vendor Maintenance, Repair dan Overhaul (MRO), produsen pesawat hingga kreditur lainnya dengan nilai tagihan di atas Rp 255 juta.
"Penawaran surat utang dan ekuitas dengan nilai tersebut tentunya akan terus diselaraskan dengan perkembangan negosiasi dan komunikasi bersama kreditur yang masuk dalam kriteria penerima surat utang maupun ekuitas ini," katanya.
Menurut dia, proposal perdamaian yang dipaparkan merupakan skema restrukturisasi yang masih akan terus dibahas dan dimatangkan bersama seluruh kreditur. Dia berharap terjalin komunikasi yang konstruktif untuk mencapai kesepakatan terbaik.
Dia menjelaskan, proposal perdamaian disusun untuk menghasilkan solusi penyelesaian kewajiban dengan mempertimbangkan rencana bisnis, kondisi pasar, dan berbagai masukan dari kreditur Garuda.
Irfan berharap para kreditur dapat memberi dukungan kepada perusahaan dalam pemungutan suara yang berlangsung dalam beberapa waktu ke depan.