Emiten maskapai penerbangan BUMN, PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA), mencatatkan kerugian bersih yang diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar US$ 224,66 juta pada kuartal pertama tahun ini atau setara Rp 3,36 triliun dengan asumsi kurs Rp 15.000 per dolar AS.
Kerugian tersebut tersebut mengalami penurunan sebesar 41,54% dari periode sama di tahun sebelumnya sebesar US$ 384,34 juta atau setara Rp 5,76 triliun.
Mengacu publikasi laporan keuangan perusahaan, pada tiga bulan pertama tahun ini, Garuda tercatat membukukan pendapatan usaha sebesar US$ 350,15 juta, sedikit mengalami penurunan dari periode sama tahun lalu US$ 353,07 juta.
Secara rinci, pendapatan usaha tersebut dikontribusi dari penerbangan berjadwal sebesar US$ 270,57 juta, turun 2,74% dari kuartal pertama tahun lalu US$ 278,22 juta.
Sedangkan, penerbangan tidak berjadwal mengalami kenaikan dari sebelumnya US$ 22,78 juta menjadi US$ 24,07 juta. Adapun, pendapatan lainnya juga naik menjadi US$ 55,50 juta dari sebelumnya US$ 52,06 juta.
Namun, pada kuartal pertama tahun ini, emiten bersandi GIAA ini mampu menekan beban usaha sebesar 25,04% menjadi US$ 526,33 juta dari tahun sebelumnya US$ 702,17 juta.
Salah satu pos yang mengalami penurunan signifikan adalah beban pemeliharaan dan perbaikan yang turun menjadi US$ 108,82 juta dari kuartal pertama tahun lalu sebesar US$ 159,73 juta. Selain itu, beban bandara mengalami penurunan dari sebelumnya US$ 46,06 juta menjadi US$ 32,16 juta.
Sampai dengan periode 31 Maret 2022, total aset perusahaan mencapai US$ 7,04 miliar, mengalami penurunan dari posisi 31 Desember 2021 sebesar US$ 7,19 miliar.
Aset ini terdiri dari liabilitas sebesar US$ 13,38 miliar, meningkat dari posisi Desember tahun lalu US$ 13,30 miliar. Sedangkan, ekuitas perusahaan tercatat minus US$ 6,33 miliar, mengalami kenaikan dari posisi Desember tahun lalu US$ 6,11 miliar.
Sebagaimana diketahui, saat ini saham Garuda masih disuspensi otoritas bursa. Suspensi saham GIAA akan mencapai 24 bulan pada 18 Juni 2023 mendatang.
Selain itu, Garuda sebelumnya terancam dihapuskan pencatatan sahamnya dari pasar modal Tanah Air. Potensi delisting merujuk pada Pengumuman Bursa No. Peng-SPT-00011/BEI.PP2/06-2021 tanggal 18 Juni 2021 perihal Penghentian Sementara Perdagangan Efek PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk.
Dalam perkembangannya, Bursa Efek Indonesia (BEI) menyatakan dapat membuka kembali perdagangan saham Garuda bila perusahaan telah dianggap memenuhi persyaratan.
Direktur Penilaian Perusahaan BEI, I Gede Nyoman Yetna Setia mengatakan, syarat tersebut adalah penjelasan yang disampaikan manajemen Garuda terkait perkembangan restrukturisasi utang perusahaan, termasuk penerbitan sukuk.
"Bursa akan melakukan pembukaan suspensi saham GIAA apabila penyebab dilakukannya suspensi telah dipenuhi seluruhnya oleh perseroan," kata Nyoman kepada media.
Saat ini, kaat dia, otoritas bursa sedang melakukan penelahaan terhadap keterbukaan informasi yang disampaikan manajemen emiten maskapai bersandi GIAA tersebut, termasuk salinan perjanjian perdamaian final yang akan disampaikan oleh Perseroan.
"Selain itu, Bursa mempertimbangkan perseroan untuk melaksanakan public expose insidentil," kata Nyoman menambahkan.