Negara-negara di Eropa sedang menghadapi krisis energi imbas perang Rusia dan Ukraina yang terus berkecamuk. Emiten pertambangan batu bara BUMN, PT Bukit Asam Tbk (PTBA) turut mengambil peluang itu dengan mengekspor komoditas batu bara ke Eropa.
Direktur Utama Bukit Asam Arsal Ismail mengungkapkan, saat ini perusahaan telah menandatangani kontrak ekspor batu bara ke Italia sebanyak 140.000 metrik ton (MT) pada semester I. Selain Italia, perseroan juga sedang dalam proses penjajakan kontrak ekspor batu bara ke Jerman dan Polandia.
“Polandia sama Jerman masih dalam proses terutama masalah harga, size-nya sama kuantiti,” kata Arsal kepada wartawan usai paparan kinerja semester I 2022, Jumat (26/8) di Jakarta.
Walaupun sedang dalam proses, dia mengatakan pihaknya masih belum berani untuk memutuskan kontrak tersebut. Hal ini disebabkan negara-negara terkait, meminta kontrak jangka panjang dalam setahun. Permintaan tersebut memberatkan perseroan karena sudah terikat dengan kontrak-kontrak yang saat ini sudah dimiliki perseroan.
Namun, di sisi lain Arsal juga mengatakan bahwa untuk menjangkau pasar Eropa akan terkendala jarak tempuh yang lebih jauh bahkan bisa sampai berbulan-bulan. Oleh karena itu perseroan fokus pada negara Asia seperti Thailand, China, India dan negara Asia lain.
Selain menjelaskan tentang rencana ekspansi ekspor ke Eropa, Arsal juga menjelaskan bahwa saat ini porsi pemenuhan batu bara dalam negeri masih mendominasi sebesar 60%. Sisanya yaitu 40% untuk kegiatan ekspor.
Sebagaimana diketahui, harga batubara acuan (HBA) Agustus 2022 naik US$ 2,59 per ton dibandingkan bulan sebelumnya menjadi US$ 321,59 per dipicu oleh krisis gas di Eropa yang meningkatkan permintaan batu bara.
Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian ESDM Agung Pribadi mengatakan kenaikan harga batu bara acuan Indonesia dipicu oleh krisis gas di Eropa yang mendorong permintaan batu bara.
“Harga gas alam cair di Eropa terus merangkak naik menyusul ketidakpastian pasokan gas. Bahkan beberapa negera Eropa mengaktifkan kembali pembangkit listrik batu bara guna antisipasi adanya krisis listrik,” ujarnya dalam keterangan tertulis, dikutip Selasa (2/8).
Faktor lain yang turut memengaruhi, sambung Agung, adalah adanya lonjakan permintaan batubara dari Tiongkok, India dan Korea Selatan. “Ini disebabkan lantaran Rusia menawarkan diskon harga batu bara,” ujarnya.
Kenaikan ini mencatatkan tren positif harga batu bara sepanjang tahun 2022. Pada Januari 2022, HBA ditetapkan sebesar US$ 158,50/ton, kemudian naik ke US$ 188,38 pada Februari. Selanjutnya bulan Maret menyentuh angka US$ 203,69, April US$ 288,40, Mei US$ 275,64, dan Juni US$ 323,91.
“Bulan lalu (Juli) memang sempat turun menjadi US$ 319/ton. Bulan Agustus 2022 ini, HBA naik menjadi US$ 321,59/ton,” ungkap Agung.
Arsal juga menyampaikan realisasi domestic market obligation (DMO) mencapai 9,4 juta ton atau naik 106% dari target tahunan yang sebesar 8 juta ton. Sampai dengan akhir tahun akan terus meningkat dan kebutuhan dalam negeri kami akan fokus sebesar 60%.Dari 60% tersebut, 80% untuk Perusahaan Listrik Negara (PLN). DMO untuk PLN hingga Juni yakni 6 juta metrik ton.
Sampai dengan enam bulan pertama, emiten bersandi PTBA ini meraup laba bersih sebesar Rp 6,2 triliun, naik 246% secara tahunan dibanding periode yang sama di tahun lalu secara tahunan yang senilai Rp 1,8 triliun.
Pencapaian laba bersih didukung dengan pendapatan sebesar Rp 18,4 triliun, meningkat 79% persen dibanding periode yang sama tahun lalu. Bersamaan dengan pertumbuhan laba, perseroan mencatatkan aset perusahaan sebesar Rp 35,9 triliun dari total sebelumnya yakni Rp 36,1 triliun.
Arsal mengatakan pertumbuhan kinerja yang terjadi karena didorong pemulihan ekonomi global maupun nasional yang meningkatkan permintaan batu baru. Selain itu, didorong oleh harga batu bara yang signifikan.