Pengusaha Keberatan Ketentuan Bonus Lima Kali Gaji dalam Omnibus Law

ANTARA FOTO/Basri Marzuki
Ilustrasi, petugas menata meja-meja di cafe salah satu hotel berbintang di Palu, Sulawesi Tengah, Kamis (17/10/2019). Pengusaha keberatan ketentuan terkait pemberian bonus lima kali gaji. Sebab, tidak bisa diterapkan di semua sektor, terutama sektor perhotelan.
13/2/2020, 07.24 WIB

Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) menyatakan keberatan terhadap ketentuan pemberian bonus lima kali gaji dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja atau biasa disebut Omnibus Law. Wakil Ketua Umum PHRI Maulana Yusran mengatakan ketentuan tersebut tidak dapat diterapkan pada semua sektor industri, terutama perhotelan.

Yusran mengatakan sering kali aturan yang disusun pemerintah tidak sesuai dengan kondisi di lapangan. Padahal, banyak pengusaha yang kesulitan mengelola bisnisnya lantaran biaya produksi yang terus melambung.

Di sisi lain, sektor bisnis tertentu seperti perhotelan kerap menggantungkan bisnisnya secara musiman, terutama saat masa liburan. "Tidak bisa seperti ini dong, kami kan perusahaan musiman tidak bisa disamakan dengan industri. Itu yang sedang kami usulkan pemerintah harusnya memisahkan," kata Yusrin saat menghadiri diskusi bertajuk 'Ancaman Virus Corona Bagi Ekonomi Indonesia' di Jakarta, Rabu (12/2).

Menurut dia, masalah upah buruh merupakan hal yang sangat sensitif bagi industri perhotelan. Sebab, pemilik hotel kesulitan untuk memberikan bonus bagi pekerjanya terutama saat sepi pengunjung.

Di sisi lain, para pekerja hotel selama ini bisa mendapatkan pendapatan dua hingga tiga kali lipat dari gaji pokok ketika musim liburan. Sebab, pekerja hotel bisa mendapatkan uang tambahan dari banyaknya tamu yang berkunjung.

Selain itu, ketentuan bonus lima kali gaji juga sulit diterapkan karena tingginya jumlah karyawan yang keluar masuk (turnover) dari perusahaan. "Turn over karyawan sering kali tidak mengikuti tatanan aturan dalam bekerja. Misalnya, dalam bekerja ada yang mau keluar kan seharusnya ada pemberitahuan sebulan sebelumnya. Sekarang keluar ya keluar saja seperti tenaga kerja rumahan, paradigmanya sudah berubahlah, ini yang harus dipikirin," kata Yusran. 

(Baca: Bonus Pekerja di Omnibus Law Berdasarkan Masa Kerja, Ini Ketentuannya)

Pendapat berbeda diungkapkan Ketua Kompartmen Pemberdayaan Anggota, Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI) Febrizal Rahmana yang menyatakan setuju dengan kebijakan bonus lima kali gaji apabila mampu mendatangkan investasi yang besar bagi Indonesia. 

"Setuju selama banyak investasi yang masuk, selama ini kan investasi yang terhambat Rp 700 triliun," kata Febrizal.

Dalam draf Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja yang diterima Katadata.co.id, aturan bonus yang dimaksud paling dekat dengan aturan penghargaan lain. Aturan ini diatur dalam Bab IV tentang Ketenagakerjaan, pada Pasal 92.

“Untuk meningkatkan kesejahteraan pekerja, pemberi kerja berdasarkan Undang-Undang ini memberikan penghargaan lainnya kepada pekerja/buruh,” demikian tertulis pada ayat 1.

Pada ayat 2 tertulis penghargaan lain diberikan berdasarkan masa kerja. Penghargaan lain untuk pekerja/buruh yang memiliki masa kerja kurang dari tiga tahun sebesar satu kali upah; masa kerja tiga tahun hingga kurang dari enam tahun sebanyak dua kali upah.

Kemudian, masa kerja enam tahun hingga kurang dari sembilan tahun sebesar tiga kali upah; masa kerja sembilan tahun hingga kurang dari 12 tahun sebesar empat kali upah. Terakhir, masa kerja 12 tahun atau lebih sebesar lima kali upah. Penghargaan lainnya ini berlaku sekali.

“Pemberian penghargaan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diberikan untuk satu kali dalam jangka waktu paling lama satu tahun sejak undang-undang ini mulai berlaku,” demikian tertulis pada Pasal 92 ayat 3.

Ketentuan ini berlaku bagi pekerja/buruh yang bekerja sebelum berlakunya undang-undang ini. Ketentuan ini tidak berlaku bagi usaha mikro dan kecil. “Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian penghargaan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat 1diatur dengan Peraturan Pemerintah,” demikian tertulis pada Pasal 92 ayat terakhir.

(Baca: Menko Ekonomi Tepis Kabar Omnimbus Law Ciptaker Akan Hapus Pesangon)

Reporter: Tri Kurnia Yunianto