Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat defisit neraca perdagangan pada sepanjang 2019 mencapai US$ 3,2 miliar. Meski masih defisit, posisi tersebut lebih baik dibanding 2018 yang mengalami defisit US$ 8,7 miliar.
Kepala BPS Suhariyanto menjelaskan, neraca perdagangan pada Desember masih mengalami defisit sekitar US$ 300 juta. Hal ini seiring dengan impor yang mencapai US$ 14,5 miliar, sedangkan ekspor sebesar US$ 14,47 miliar.
"Desember kita defisit sekitar US$ 28,2 juta sehingga sepanjang 2019 kita defisit US$ 3,2 miliar," ujar Suhariyanto dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (15/1)
(Baca: Utang Luar Negeri RI Bengkak jadi Rp 5.614 Triliun per November 2019)
Suhariyanto menjelaskan, ekspor sepanjang tahun lalu hanya mencapai US$ 167,53 miliar, anjlok dibanding 2018 sebesar US$ 180,6 miliar. Sementara impor 2019 merosot 9,53% dari US$ 188,63 miliar menjadi US$ 170,72 miliar.
Ia memerinci penurunan ekspor terutama terjadi pada impor migas sebesar 27% menjadi US$ 12,54 miliar. Sedangkan ekspor nonmigas turun 4,82% menjadi US$ 154,99 miliar.
(Baca: Pernyataan AS soal Tarif Tiongkok Bawa Rupiah Melemah ke Rp 13.684/US$)
Adapun impor migas juga tercatat turun tajam sepanjang tahun lalu mencapai 26,73% menjadi US$ 21,88 miliar, sedangkan impor nonmigas turun 6,2% menjadi US$ 148,84 miliar.
Pada 2018, Indonesia mengalami defisit neraca perdagangan terbesar sepanjang sejarah, data lengkap bisa terlihat dalam databoks di bawah ini.