Kejaksaan Agung terus menggelar pemeriksaan terhadap sejumlah orang terkait kasus dugaan korupsi dana investasi Jiwasraya. Hari ini, Kejaksaan memanggil Direktur Utama PT Hanson Internasional Benny Tjokrosaputro dan Presiden Komisaris PT Trada Alam Mineral Heru Hidayat.
"Rencana saksi yang dimintai keterangan Benny Tjokrosaputro dan Heru Hidayat," ujar Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Hari Setiyono saat dihubungi awak media, Selasa (31/12). Namun, belum ada kepastian apakah keduanya memenuhi panggilan. "Kita tunggu saja," ujarnya.
Kemarin, Kejaksaan Agung telah memeriksa tiga orang saksi. Ketiga orang tersebut yaitu Direktur Utama PT Trimegah Stephanus Turangan, Dirut PT Prospera Asset Management Yosep Chandra, dan mantan Kepala Pusat Bancassurance Jiwasraya Eldin Rizal Nasution.
(Baca: Jaksa Agung Cekal ke Luar Negeri 10 Orang Terkait Kasus Jiwasraya)
Ditemui usai menjalani pemeriksaan selama 12 jam, Eldin Rizal mengatakan dirinya diberi 20 pertanyaan seputar pemasaran produk bancassurance. Seperti diketahui, masalah keuangan Jiwasraya mencuat setelah perusahaan mengalami gagal bayar atas klaim jatuh tempo produk investasi berbalut asuransi tersebut.
"Ada yang bisa kami jawab, dan ada juga yang tidak (bisa),” kata Eldin di Kejaksaan Agung, Senin (30/12) malam.
Pada Jumat, 27 Desember 2019, Kejaksaan Agung juga telah melakukan pemeriksaan terhadap mantan Direktur Jiwasraya Asmawi Syam. Dengan demikian, total sudah ada empat orang yang telah menjalani pemeriksaan sebagai saksi dalam kasus tersebut, di luar Benny Tjokro dan Heru Hidayat.
(Baca: Jiwasraya Pernah Beli Saham Mahaka dan Meraih Untung Hingga 18%)
Kasus dugaan korupsi di Jiwasraya memasuki tahap penyidikan mulai 17 Desember 2019. Kejaksaan telah mencegah keluar negeri 10 orang terkait kasus Jiwasraya. Kejaksaan Agung sempat melansir potensi kerugian negara dalam kasus tersebut mencapai Rp 13,7 triliun.
Sebelumnya, dalam rapat antara manajemen baru Jiwasraya dengan Komisi XI DPR, terungkap bahwa perusahaan tengah mengalami masalah keuangan yang pelik. Perusahaan membutuhkan suntikan modal Rp 32,89 triliun untuk bisa memenuhi rasio kecukupan modal berbasis risiko (RBC) 120%.
Per September 2019, aset perusahaan tercatat hanya sebesar Rp 25,68 triliun, sedangkan kewajiban nyaris dua kali lipatnya yaitu Rp 49,60 triliun. Dengan demikian, terjadi ekuitas (modal) negatif Rp 23,92 triliun. Dengan perkembangan ini, maka diperhitungkan kebutuhan tambahan modal Rp 32,89 triliun. Selisih besar antara aset dan kewajiban ini terjadi karena beberapa hal di antaranya investasi pada aset berisiko.
(Baca: Incar Dana Rp 5,6 Triliun, Jiwasraya Akan Jual Portofolio Sahamnya)
Jiwasraya banyak melakukan investasi pada aset berisiko tinggi untuk mengejar imbal hasil tinggi. Total investasi dalam saham mencapai Rp 5,7 triliun, 22,4% dari total aset finansial, dan hanya 5% pada saham LQ45. Perusahaan juga banyak berinvestasi pada reksadana. Nilai investasi pada produk ini mencapai Rp 14,9 triliun atau 59,1% dari total aset finansial. Dari jumlah itu, hanya 2% yang dikelola oleh manajer investasi lapisan atas.