Surplus Dagang Indonesia ke AS Naik Terbantu Ekspor Perhiasan

Katadata | Arief Kamaludin
Ilustrasi. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan Indonesia dengan Amerika Serikat (AS) mengalami surplus mencapai US$ 6,88 miliar sepanjang Januari-September 2019, naik dibanding periode yang sama tahun lalu US$ 6,35 miliar.
15/10/2019, 19.33 WIB

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan Indonesia dengan Amerika Serikat (AS) mengalami surplus mencapai US$ 6,88 miliar sepanjang Januari-September 2019, naik dibanding periode yang sama tahun lalu US$ 6,35 miliar. Kenaikan surplus antara lain terbantu oleh meningkatnya ekspor pada sejumlah komoditas, salah satunya perhiasan.

"Surplus kita ke AS ini masih sangat bagus," ujar Kepala BPS Suhariyanto dalam Konferensi Pers di kantornya, Jakarta, Selasa (15/10).

Berdasarkan data BPS, nilai perdagangan antara Indonesia dan AS secara keseluruhan pada Januari-September tahun ini sebenarnya menurun dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

 (Baca: Ekspor Makin Loyo, Neraca Dagang September Defisit US$ 160 Juta)

Total impor tercatat turun 10,7% dari US$ 6,85 miliar menjadi US$ 6,12 miliar. Sedangkan total ekspor turun 1,5% dari US$ 13,19 miliar menjadi US$ 13 miliar.

Dari segi impor, hampir seluruh komoditas mengalami penurunan. Komoditas impor yang mengalami penurunan terbesar yakni kapas sebesar 34,28%. Kemudian disusul komoditas perangkat optik, berbagai produk kimia, mesin-mesin dan pesawat mekanik, biji-bijian berminyak, ampas dan sisa industri makanan, serta produk lainnnya.

Sementara itu, meski secara keseluruhan ekspor turun, terdapat sejumlah komoditas yang mengalami kenaikan yang cukup signifikan. Salah satu yang mengalami kenaikan tajam adalah komoditas permata dan perhiasan yang mencapai 84,88% dari US$ 146,41 juta menjadi US$ 270,69 juta.

(Baca: AS-Tiongkok Rujuk, Sri Mulyani Berharap Neraca Dagang Membaik)

Kemudian ekspor kertas dan karton, barang-barang dari kulit, perabot dan penerangan rumah, mesin dan peralatan listrik, alas kaki, serta kopi, teh dan rempah-rempah.

Perhiasan dan permata menjadi salah satu komoditas utama ekspor nonmigas Indonesia. Nilainya secara keseluruhan pada Januari-September 2019 naik dari US$ 4,2 miliar pada Januari-September 2018 menjadi US$ 5,3 miliar  seperti tergambar dalam grafik di bawah ini.

Seperti diketahui, AS dan Tiongkok masih dirundung perang dagang. Namun pada minggu lalu, keduanya telah memulai pembicaraan pada minggu lalu, tanpa merinci apa yang ada dalam perjanjian dan seberapa dekat mereka dengan rencana penandatanganan dokumen.

Baru-baru ini, Tiongkok dikabarkan ingin mengadakan lebih banyak negosiasi pada bulan ini untuk menuntaskan perincian kesepakatan perdagangan "fase satu" yang digembar-gemborkan oleh Presiden AS Donald Trump sebelum Presiden Tiongkok Xi Jinping setuju untuk menandatanganinya.

Kesepakatan fase satu tersebut yakni pembatalan rencana kenaikan tarif pada 15 Oktober 2019 terhadap impor asal Tiongkok senilai US$ 250 miliar dari 25% menjadi 30%. Meski demikian, rencana kenaikan tarif pada 15 Desember 2019 masih sesuai rencana. Rencana tersebut akan menyasar produk Tiongkok senilai US$ 160 miliar yang akan dikenakan tarif sebesar 15%.

Reporter: Agatha Olivia Victoria