Kementerian Keuangan mencatat realisasi defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) hingga Juli 2019 mencapai Rp 183,71 triliun atau sekitar 1,14% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Defisit tersebut lebih tinggi dibanding bulan sebelumnya Rp 135,8 triliun atau 0,84% terhadap PDB, tetapi lebih rendah dibanding rata-rata defisit Juli selama tiga tahun terakhir sebesar Rp 202,97 triliun.
"Realisasi defisit tidak serendah yang direncanakan karena penerimaan negara lebih lemah dan belanja negara yang sangat kuat. Realisasi seluruh pos penerimaan memperlihatkan ekonomi dalam negeri tertekan kondisi global, terutama karena ekspor dan harga komoditas turun," ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta, Senin (26/8).
Menurut Sri Mulyani, defisit terutama disebabkan oleh belanja negara yang meningkat. Tercatat, realisasi belanja negara hingga akhir Juli 2019 mencapai Rp 1.236,54 triliun atau 50,2% dari APBN. Jumlah tersebut meningkat 7,93% secara tahunan.
Secara rinci, realisasi belanja pemerintah pusat hingga Juli 2019 meningkat 9,24% secara tahunan menjadi Rp 761,5 triliun. "Peningkatan ini terutama diakibatkan oleh realisasi belanja bantuan sosial," ucap Sri Mulyani.
(Baca: Sri Mulyani: Indonesia Harus Waspadai Resesi)
Ia menjabarkan realisasi belanja bantuan sosial telah mencapai Rp 75,08 triliun atau meningkat sebesar 33,5%. Penyaluran bansos tersebut, mencakup pencairan Program Keluarga Harapan (PKH), pembayaran bantuan premi bagi PBI JKN, dan bantuan pangan. Kemudian bansos lainnya, seperti Program Indonesia Pintar (PIP) dan Bidikmisi.
Program-program tersebut diklaim Sri Mulyani menurunkan angka kemiskinan. Sebagai informasi, persentase penduduk miskin pada Maret 2019 mencapai 9,41%, turun 0,25% dibanding September 2018.
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini juga mencatat realisasi belanja subsidi hingga Juli 2019 tercatat sebesar Rp 92,20 triliun atau 41,10% terhadap APBN. Realisasi belanja subsidi tersebut, meliputi subsidi energi Rp 68,11 triliun dan subsidi non-energi Rp 24,09 triliun.
(Baca: Banyak Terjadi Penyelewengan, Kuota BBM Subsidi Tahun Ini Jebol)
Ia juga menyebut realisasi transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) hingga Juli 2019 terus mengalami peningkatan. Hingga akhir Juli 2019, realisasi TKDD telah mencapai Rp 475,07 triliun atau 57,46% dari pagu APBN 2019, meliputi Transfer ke Daerah (TKD) sebesar Rp 433,19 triliun dan Dana Desa Rp41,88 triliun.
"Tahun ini memang yang kuat belanja ke daerah," terang dia.
Secara lebih rinci, realisasi TKD terdiri dari Dana Perimbangan Rp 420,61 triliun, Dana Insentif Daerah (DID) Rp5,32 triliun, dan Dana Otonomi Khusus dan Keistimewaan DIY Rp7,25 triliun.
Sementara, realisasi penerimaan pendapatan negara dan hibah baru mencapai Rp 1.052,83 triliun atau 48,63% terhadap APBN. Namun, capaian tersebut tercatat masih mampu tumbuh positif sebesar 5,88% secara tahunan.
(Baca: JK: Anggaran Pembangunan dan Subsidi Papua Capai Rp 100 Triliun)
Secara rinci, realisasi penerimaan pajak hingga akhir Juli 2019 telah mencapai Rp 705,59 triliun atau 44,73% dari target APBN 2019 dan tumbuh positif sebesar 2,68%. Namun, realisasi penerimaan kepabeanan dan cukai berhasil mencapai Rp 105,16 triliun atau 50,36% dari target APBN 2019.
Pertumbuhan penerimaan kepabeanan dan cukai hingga Juli 2019, merupakan yang tertinggi dalam 3 tahun terakhir yang ditopang oleh penerimaan Cukai Hasil Tembakau (CHT) dan cukai Minuman Mengandung Etil Alkohol (MMEA).
Adapun realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) hingga Juli 2019 telah mencapai Rp 241,27 triliun atau 63,78% dari target APBN tahun 2019, tumbuh sebesar 14,21% secara tahunan. Peningkatan ini utamanya didorong oleh kenaikan signifikan dari PNBP Kekayaan Negara yang Dipisahkan (KND) sebesar 83,22% secara tahunan serta peningkatan PNBP lainnya sebesar 8,44% secara tahunan.