Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memproyeksikan pertumbuhan ekonomi tahun ini hanya mencapai 5,2% atau di bawah target yang ditetapkan semula 5,3%. Hal tersebut diungkapkannya dalam rapat kinerja dan fakta Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) per Mei 2019 di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
"Perekonomian sampai kuartal I tumbuh sebesar 5,07% di mana kuartal II kita masih membuat proyeksi antara 5,02-5,13%. Untuk keseluruhan tahun 5,2% atau lebih rendah 0,1%," katanya di, Jakarta, Selasa (2/7).
Sejalan dengan hal tersebut, Bank Dunia sebelumnya memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2019 dari 5,2% menjadi 5,1%. Penurunan ini dipicu oleh gejolak ekonomi global yang menyebabkan pertumbuhan ikut tersendat.
Sepanjang kuartal pertama 2019, Bank Dunia melihat, terjadi peralihan pendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia. Pertumbuhan investasi menurun dari tingkat tertinggi dalam beberapa tahun terakhir. Sebaliknya, konsumsi masyarakat dan pemerintah meningkat. Hal ini berdampak positif dalam mengurangi tekanan pada defisit neraca berjalan.
(Baca: Bank Dunia Pangkas Proyek Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Jadi 5,1%)
Selain pertumbuhan ekonomi, dia juga memproyeksikan inflasi masih terjaga dengan baik di level 3,12% dengan realisasi inflasi hingga kuartal I-2019 mencapai 2,48%.
Selanjutnya, mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini juga melaporkan nilai tukar rupiah hingga akhir Mei yang mencapai Rp 14.270 per US$ atau menguat secara keseluruhan di kisaran Rp 14.250 per US$. Nilai ini juga diatas asumsi awal yakni Rp 15.000 per US$.
Sedangkan untuk Surat Penerimaan Pengurusan Piutang Negara (SP3N) 3 bulan tercatat sebesar 5,87% hingga akhir Mei 2019. Adapun hingga akhir tahun di proyeksikan ,mencapai 5,81%.
(Baca: Pertamina EP Sebut Masih Ada Gap Antara Produksi dan Lifting Migas)
Mengenai harga minyak mentah (ICP), Sri Mulyani mengungkapkan hingga akhir Mei tercatat sebesar US$ 68,07 per barel. Dia pun memperkirakan target lifting minyak dan gas (Migas) hingga akhir tahun kemungkinan tidak dapat dicapai karena realisasi hingga akhir Mei masih di bawah target.
Dari target 775 barel per hari, yang baru teralisasi hingga Mei hanya mencapai 763 bph. "Untuk gas tahun ini kita melihat lebih rendah dari asumsi 1,25 juta hanya 1,02 juta barel setara minyak. Kami beroptimis untuk gas bisa dicapai sesuai target," ujarnya.