Mendagri dan Ekonom Tak Menepis Ada Kebocoran dan Inefisiensi Anggaran

Arief Kamaludin|KATADATA
Menteri Dalam Negeri tak menepis adanya kebocoran anggaran negara.
11/2/2019, 19.58 WIB

Calon Presiden Prabowo Subianto menuding adanya kebocoran anggaran negara sebesar 25% atau sekitar Rp 500 triliun. Kebocoran tersebut lantaran penggelembungan anggaran (mark up) dalam proyek-proyek pemerintah. Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo dan ekonom tak menepis adanya kebocoran ataupun inefisiensi anggaran.

“Saya kira soal anggaran bocor ada di mana-mana ya. Tapi, tidak mungkin kalau sampai sebesar itu (Rp 500 triliun)," kata Tjahjo di Jakarta, Senin (11/2).

Menurut Tjahjo, mulai 2015 tingkat kebocoran anggaran dapat ditekan sehingga menjadi sangat kecil. Kepala daerah yang tertangkap operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga tidak semuanya terkait korupsi anggaran.

(Baca: Tudingan Kebocoran Anggaran, Jokowi Tantang Prabowo Laporkan ke KPK)

Sementara itu, Kepala Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual menilai ada kesalahan persepsi masyarakat dalam memahami kebocoran anggaran. Ia menjelaskan, kebocoran yang terjadi lebih kepada inefisiensi.

Hal ini menurut dia tercermin dari Incremental Capital Output Ratio (ICOR). ICOR mencerminkan tingkat efisiensi investasi guna mendukung pertumbuhan ekonomi. "Ini terlihat dari ICOR kita yang kebutuhan modalnya dulu hanya 4,5, sekarang butuh 6,3 untuk menghasilkan satu unit output," kata dia.

(Baca: Pembangunan Infrastruktur Masif, Akankah Dongkrak Ekonomi?)

Menurut dia, inefisiensi terjadi lantaran produktivitas modal dan pekerja Indonesia masih rendah dibandingkan dengan negara lain. Selain itu, inefisiensi lantaran pembangunan infrastruktur belum diprioritaskan berdasarkan kepentingannya. "Ini juga jadi kritik dari Bank Dunia," ujar dia.

Reporter: Dimas Jarot Bayu