Nilai tukar rupiah menguat terhadap dolar Amerika Serikat (AS) hingga sempat menyentuh level 13.990 per dolar AS pada perdagangan Senin (7/1) siang. Ini merupakan level terkuat sejak Juni tahun lalu. Lantas apakah penguatan ini masih akan berlanjut?

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution berpendapat nilai tukar rupiah masih sedikit terlalu murah alias undervalue. Hal ini seiring pelemahan signifikan rupiah mulai Februari hingga Oktober tahun lalu. “Masih ada ruang (penguatan), walaupun tidak banyak,” kata dia di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (7/1).

Ia menjelaskan, para analis internasional juga sudah merekomendasikan untuk kembali masuk ke aset dalam rupiah sejak kuartal terakhir tahun lalu. “Istilah mereka rupiah harusnya overweight, waktunya dibeli,” ujarnya. Tren penguatan nilai tukar rupiah pun terjadi sejak awal November tahun lalu. Meskipun, sempat terhenti.

(Baca: Intervensi BI di Pasar Valas DNDF Sokong Rupiah Menguat Tajam)

Penerbitan surat utang negara (SUN) oleh pemerintah juga disebut Darmin ikut menjadi faktor pendorong penguatan nilai tukar rupiah. Yang terkini, pemerintah melakukan lelang SUN pada 3 Januari 2019. Lelang mengalami kelebihan permintaan (oversubscribe) nyaris dua kali.

Meski begitu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan kewaspadaan tetap dipertahankan. Sebab, kondisi global bisa berubah sehingga mengubah situasi. “Perubahan bisa terjadi,” ujarnya.

(Baca: BI Isyaratkan Ada Ruang Penguatan Kurs Rupiah Kembali ke Posisi 13.500)

Beberapa faktor global yang diwaspadai di antaranya kebijakan perdagangan AS atas Tiongkok dan kebijakan moneter bank sentral AS. “Itu semua faktor dinamis yang perlu kami lihat,” ujarnya.

Adapun data ekonomi domestik yang positif seperti kinerja Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun lalu, serta pertumbuhan dan stabilitas ekonomi dinilai Sri Mulyani telah membuat posisi Indonesia berbeda dibandingkan beberapa negara lain.

"Sehingga kita bisa mendapat manfaat dalam bentuk capital inflow (arus masuk dana asing)," kata dia. Ini menjadi faktor penyokong penguatan rupiah pada awal tahun ini.

Mengacu pada data Bloomberg, rupiah ditutup di level 14.082 per dolar AS pada perdagangan di pasar spot, Senin (7/1). Ini artinya, rupiah menguat 1,31% dibandingkan penutupan pada perdagangan sebelumnya dan 2,14% sepanjang tahun ini (year to date). Bila mengacu pada data Reuters, rupiah sempat menyentuh level 13.990 per dolar AS pada Senin siang.

Penguatan rupiah tercatat sebagai yang terbesar di antara mata uang Asia lainnya. Mata uang Asia yang mengalami penguatan cukup besar yakni won Korea Selatan dan ringgit Malaysia masing-masing 0,51%.