Kepala Departemen Pengelolaan Moneter Bank Indonesia (BI) Nanang Hendarsah mengatakan masih ada ruang penguatan nilai tukar rupiah kembali ke posisi awal tahun 2018. Ini artinya, ke kisaran Rp 13.500 per dolar Amerika Serikat (AS).
"Ada ruang kembali ke awal tahun 2018," kata Nanang di kantornya, Jakarta, Kamis (20/12). Adapun bila mengacu pada data Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor), nilai tukar rupiah berada di posisi Rp 14.499 per dolar AS pada perdagangan Kamis (20/12).
Menurut dia, ada beberapa faktor yang bisa mendukung penguatan nilai tukar rupiah ke depan. Ia memperkirakan ketidakpastian global masih berlanjut. Namun, akan lebih berkurang dibandingkan dengan 2018.
(Baca juga: Risiko The Fed Turun, Gubernur BI Sebut Positif untuk Kurs Rupiah)
Negosiasi perang dagang diperkirakan akan mencapai kesepakatannya pada Februari 2019. Sementara itu, kesepakatan Brexit Inggris diperkirakan selesai pada Maret.
Dari sisi domestik, ia mengatakan Indonesia sudah melewati berbagai fase pelemahan rupiah, bahkan hingga menembus Rp 15.000 per dolar AS. Indonesia juga dinilai memiliki struktur ekonomi yang lebih baik dibandingkan 1998.
Selain itu, kerangka kebijakan moneter dan fiskal sudah lebih kuat. Di sisi lain, kondisi perbankan juga lebih baik dibandingkan sebelumnya. "Hemat kami, kita udah melewati level-level itu. Kalau lewat level itu, orang sudah terbiasa," ujarnya.
(Baca juga: Risiko Volatilitas Tinggi di Pasar Keuangan pada Paruh Pertama 2019)
Nanang menambahkan, bila nilai tukar rupiah belum menguat, BI akan memberikan ruang penguatan. Ia menjelaskan, BI akan memastikan rupiah bergerak sesuai mekanisme pasar. Intervensi di pasar hanya akan dilakukan jika ada tekanan berlebihan pada nilai tukar rupiah.