Bank Indonesia mencatat jumlah dana investor asing masuk (capital inflow) mencapai Rp 46,45 triliun sepanjang November 2018. Hal ini mengarahkan nilai tukar rupiah bergerak ke Rp 14.270 per dolar Amerika Serikat (AS), angka ini dinilai masih murah.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menyatakan, capital inflow membuat suplai dolar AS bertambah sehingga nilai tukar rupiah membaik. Dana asing yang masuk ke Surat Berharga Negara (SBN) senilai Rp 34,25 triliun, selebihnya melalui investasi saham Rp 12,2 triliun.
"Kami melihat meski nilai tukar rupiah stabil dan menguat tetapi rupiah masih undervalue (murah)," ujar Perry ditemui di komplek Bank Indonesia (BI), Jakarta, Jumat (30/11). (Baca juga: Rupiah Tembus 14.200 per Dolar AS, Terus Pimpin Penguatan di Asia)
Dia menyampaikan sejumlah hal yang memengaruhi kurs rupiah, yaitu fundamental ekonomi domestik, mekanisme pasar, dan sentimen terhadap perkonomian global. Soal fundamental ekonomi, bank sentral memperkirakan perekonomian tumbuh 5,1% hingga akhir tahun ditopang konsumsi rumah tangga yang tumbuh 5,2% serta investasi 7%.
Perry juga mengutarakan terdapat beberapa faktor penghambat laju perekonomian, seperti net ekspor dan impor. Kinerja impor sejauh ini tetap lebih besar dibandingkan dengan ekspor. "Ekspor dikurangi impor secara riilnya itu negatif," ujarnya.
BI menilai bahwa mekanisme pasar berjalan baik. Hal ini tampak dari suplai dan permintaan dolar AS yang berimbang di pasar. Pelaku pasar membeli dan menjualnya melalui instrumen swap maupun valuta asing (valas) derivatif, seperti Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF).
"Kelihatan juga perbedaan (spread) antara nilai tukar rupiah (di pasar) spot, yaitu Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) dengan yang di DNDF semakin kecil bahkan di bawah Rp 50. itu menujukkan mekanisme pasar begitu bekerja," kata Perry.
(Baca juga: Gubernur BI Cermati Tiga Tantangan Ekonomi Global Tahun Depan)
Sementara itu, terkait sentimen terhadap perekonomian global yang sedang mengemuka, salah satunya seputar perundingan perdagangan di antara AS dan Tiongkok. Belum lagi, pernyataan Gubernur Bank Sentral AS, the Fed, soal berbagai kebijakannya.
Sejauh ini, BI memperkirakan the Fed akan menaikkan suku bunga acuan (Fed Fund Rate/FFR) sekali lagi pada 2018 tepatnya pada Desember. FFR juga diproyeksikan naik dua hingga tiga kali pada tahun depan.
"Kenaikan (suku bunga acuan BI 7Days Repo Rate) kemarin sekaligus mengantisipasi kenaikan suku bunga global dalam beberapa bulan ke depan," ujarnya. (Baca juga: Jaga Rupiah dan Inflasi, BI Lanjutkan Kebijakan Antisipatif di 2019)