Keputusan Bank Indonesia (BI) yang menaikkan tingkat suku bunga sebesar 25 basis poin ke level 6% pada 15 November lalu menuai pujian dari Presiden Joko Widodo (Jokowi). Langkah bank sentral itu merupakan kejutan yang tidak diprediksi pasar, namun berakhir positif karena terbukti mampu membuat rupiah menguat signifikan.
Jokowi mengatakan, dari 31 ekonom hanya 3 ekonom yang memprediksi kenaikan suku bunga. Meski mengejutkan, kebijakan tersebut disambut baik oleh pasar keuangan. Presiden menyebut, dengan langkah ini BI telah menunjukkan ketegasan dan determinasi dalam menjaga rupiah. "Bisa disebut taringnya BI keluar," kata Jokowi dalam sambutannya di acara Pertemuan Tahunan Bank Indonesia, di Jakarta, Selasa (27/11).
Di awal pidato, ia juga secara khusus memuji BI lantaran terus membela rupiah di tengah gejolak perekonomian. BI melalukan sejumlah cara, mulai dari intervensi pasar hingga menaikkan suku bunga. "Rupiah menguat signifikan dan sudah kembali ke Rp 14.500 per dolar Amerika Serikat," kata Jokowi.
(Baca: Era Bunga Tinggi Dimulai, BI Potong Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi 2019)
Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI pada 14-15 November lalu memutuskan untuk menaikkan suku bunga acuan BI 7 Days Reverse Repo Rate sebesar 25 basis poin menjadi 6%. Keputusan tersebut terkait upaya menurunkan defisit transaksi berjalan yang tercatat melebar sejak kuartal II lalu melebihi batas aman 3% dari Produk Domestik Bruto (PDB). “Keputusan tersebut sebagai langkah lanjutan BI untuk memperkuat upaya menurunkan defisit transaksi berjalan ke batas aman,” kata Gubernur BI Perry Warjiyo.
BI menaikkan bunga acuan secara agresif untuk membantu stabilitas nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Kenaikan bunga acuan diharapkan bakal meningkatkan daya tarik pasar keuangan Indonesia, khususnya pasar Surat Berharga Negara (SBN), terutama bagi asing. Dengan begitu, pasokan dolar AS bisa membesar.
Selain itu, kenaikan bunga acuan diharapkan dapat meredam defisit transaksi berjalan yang melebar akibat kenaikan impor seiring meningkatnya aktivitas ekonomi domestik. Dengan begitu, permintaan dolar AS bisa ditekan.
(Baca: Imbas Kenaikan Bunga BI, Ekonomi 2019 Diperkirakan Hanya 5,1%)