Penerbitan surat berharga negara (SBN) pada 2019 lebih sedikit dibandingkan dengan proyeksi tahun ini. Kementerian Keuangan mengajukan rencana penerbitan instrumen utang ini mencapai Rp 386,21 triliun, lebih sedikit daripada proyeksi pada 2018 sejumlah Rp 388,01 triliun.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, secara umum utang pemerintah pada 2018 sampai setahun ke depan cenderung turun. Berapapun jumlahnya, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memastikan penggunaannya dilakukan secara hati-hati.
"Kami akan jaga efisiensi utang dan tingkatkan produktivitas utang. Kami juga menjaga utang valas, utang dalam negeri, pendalaman pasar uang dan bonds," kata dia ditemui di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (18/9). (Baca juga: BI Pantau Imbal Hasil Surat Berharga Tenor 10 Tahun Tetap Menarik)
Adapun instrumen utang berupa pinjaman, jumlahnya secara neto pada tahun depan mencapai Rp 26,9 triliun. Untuk penarikan pinjaman dalam negeri sekitar Rp 482,4 miliar atau turun dibandingkan dengan tahun ini Rp 3,14 triliun. Sementara itu, pinjaman luar negerinya menyentuh Rp 27,4 triliun sedangkan tahun ini sejumlah Rp 3,7 triliun.
Nominal pinjaman dalam negeri tersebut terdiri dari penarikan pinjaman bruto Rp 1,96 triliun dan pembayaran cicilan pokok pinjaman dalam negeri sejumlah Rp 1,47 triliun. Untuk pinjaman luar negeri berasal dari penarikan pinjaman luar negeri bruto Rp 58,9 triliun serta pembayaran cicilan pokok pinjaman yang mencapai Rp 86,3 triliun.
(Baca juga: Pelemahan Rupiah Dinilai akan Mengerek Utang Pemerintah)
Guna mengantisipasi gejolak mata uang maka pemerintah memprioritaskan utang rupiah. Potensi investor domestik juga dioptimalkan supaya pendalaman pasar lebih efektif sekaligus mengendalikan porsi kepemilikan asing.
Sri menuturkan, pada 2019 terdapat berbagai tantangan yang bakal memengaruhi arah kebijakan pembiayaan utang. Kelanjutan tren kenaikan suku bunga acuan bank sentral Amerika Serikat (Fed Fund Rate), penurunan quantitative easing Eropa dan Jepang, serta defisit neraca transaksi berjalan.
"Ini akan pengaruhi kurs dan suku bunga terhadap pengelolaan utang kita maka dari itu peningkatan kehati-hatian akan terus dilakukan," ujar perempuan yang sempat menjabat direktur pelaksana Bank Dunia tersebut.